Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan telah menghentikan penyidikan atau mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal dengan tersangka Gubernur Kaltim Awang Farouk Ishak.

"Benar kasus Gubernur Kaltim sudah dihentikan penyidikannya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan beberapa alasan penghentian penyidikan, di antaranya yaitu peran Awang Faroek, tidak disebut dalam putusan pengadilan terhadap dua terdakwa kasus tersebut.

Proses jual-beli saham terjadi bukan pada saat Awang menjabat sebagai Bupati Kutai Timur dan ketika akan menjual saham tersebut, Awang Faroek sudah melayangkan surat ke DPRD Kutai Timur bahwa hasil penjualan itu masuk dalam aset daerah.

"Merujuk pada putusan MA maka kasus tersebut masuk dalam ranah tindak pidana korporasi, dimana berdasarkan Undang-Undang Korporasi, yang harus dihukum itu adalah dua direksi perusahaan tersebut," katanya.

Pertimbangan hukum dalam putusan dua terdakwa kasus tersebut tidak tergambar adanya keterlibatan Awang Faroek.

Kasus itu terjadi saat Awang Farouk menjabat sebagai Bupati Kutai Timur yang berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) dan Frame Work Agreement antara PT KPC dengan pemerintah RI, pihak KPC berkewajiban menjual sahamnya sebesar 18,6 persen kepada Pemda Kutai Timur. Pada 10 Juni 2004, hak membeli saham PT KPC itu dialihkan ke PT KTE.

PT KTE ternyata tidak memiliki uang untuk membeli saham, sehingga PT KTE berdasarkan Suplemental Atas Perjanjian Jual Beli Saham tanggal 23 Februari 2005, mengalihkan hak membeli sahamnya sebesar 13,6 persen ke PT Bumi Resources.

Atas pengalihan hak membeli saham itu, kata dia, PT Bumi Resources wajib memberikan kepemilikan saham sebesar 5 persen kepada PT KTE.

Berdasarkan perjanjian kepemilikan saham lima persen itu adalah milik Pemda Kutai Timur. Pada 14 Agustus 2006, Awang Faroek mengajukan permohonan kepada DPRD Kutai Timur tentang permohonan penjualan saham lima persen tersebut.

Kemudian dengan dalih sudah mendapatkan persetujuan dari Pemda Kutai Timur dan DPRD Kutai Timur, tersangka Anung Nugroho menjual saham lima persen kepada PT Kutai Timur Sejahtera seharga Rp576 miliar.

Namun hasil penjualan saham itu, tidak dimasukkan ke kas Pemda Kutai Timur (saat itu bupatinya Awang Faroek Ishak).