Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyetujui belanja kampanye pasangan calon kepala daerah dibatasi guna mengurangi praktik korupsi kepala daerah.

"Pada prinsipnya saya setuju. Peraturan pembatasan dana kampanye itu untuk (pemilihan) gubernur kalau usulan kami (Kemdagri)," kata Gamawan ketika ditemui di kantornya, Senin.

Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada di DPR, Kemdagri mengusulkan pelaksanaan pilkada di tingkat kabupaten/kota dilakukan secara tidak langsung atau dipilih oleh anggota DPRD.

Dengan demikian, lanjut dia, calon bupati dan calon wali kota tidak perlu melakukan kampanye demi meraup suara dari masyarakat setempat.

"Kalau bupati dan wali kota tidak dipilih langsung, tidak diperlukan biaya kampanye," katanya.

Namun, pembahasan terkait dengan pengaturan dana kampanye seolah menguap di rapat paripurna DPR. Terkait akan hal itu, Mendagri mengatakan klausul pembatasan belanja kampanye masih memerlukan kajian teknis mengenai besaran nominalnya.

"Untuk penerapannya kita harus betul-betul menghitung dan mendiskusikannya secara matang. Kalau itu menjadi opsi terakhir, tentu itu ada pada tingkat pemilihan gubernur," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto mengatakan bahwa peraturan tentang pembatasan belanja kampanye calon kepala daerah dapat menyeimbangkan prinsip kebebasan dan kesetaraan dalam pemilu.

"Kalau pembatasan belanja kampanye dianggap melanggar prinsip kebebasan bagi peserta pemilu, pada saat bersamaan itu melanggar prinsip kesetaraan antarpeserta itu sendiri," kata Didik.

Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daearah yang memiliki dana terbatas tetap dapat menjalankan kampanye jika dalam undang-undang diatur mengenai pembatasan belanja kampanye.

Selain itu, akibat tidak ada pengaturan pembatasan belanja kampanye, kepala daerah pemenang pilkada adalah elite politik yang memiliki uang banyak untuk meraup perolehan suara.

Pada saat menjabat, kepala daerah terdorong untuk melakukan tindak pidana korupsi guna membayar pengeluarannya selama berkampanye.

Hingga kini, Kemdagri mencatat jumlah kepala daerah yang terlibat kasus korupsi sebanyak 259 orang. Hal itu yang mendorong agar RUU Pilkada hendaknya juga mengatur mengenai pembatasan belanja kampanye.

(F013/D007)