Jakarta (ANTARA News) - Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UI), Ari Junaedi, mengatakan penyelenggara pemilu hendaknya memanfaatkan media sosial yang sangat strategis untuk menjaring partisipasi pemilih pemula--yang didominasi oleh kalangan muda.

"Ajakan melalui media sosial dapat menjadi ajang pendidikan politik baru bagi pemilih pemula, mengingat penggunanya kebanyakan anak-anak muda," ujarnya di Jakarta, Senin.

Ari mengatakan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter, berbagai informasi terkait Pemilihan Umum 2014 dapat disebarkan dengan gaya bahasa yang juga dekat dengan anak-anak muda.

"Bahasa yang digunakan sebaiknya informal, atau bahasa `gaul` yang biasa digunakan anak muda, bukan bahasa yang formal dan kaku," kata Ari.

Menurut Ari, sosialisasi pemilu melalui media sosial dapat mengantisipasi tingginya angka golongan putih (golput) atau pihak yang tidak memilih dari kalangan pemilih pemula pada Pemilu 2014.

Hal tersebut dapat diupayakan, lanjut Ari, karena pemilih pemula akan mengenal dan merasa dekat dengan berbagai elemen pemilu seperti tahapannya, parpol yang menjadi peserta pemilu, maupun cara memilihnya.

Ari mengatakan, tingkat partisipasi masyarakat yang semakin menurun dalam pemilihan kepala daerah, dikhawatirkan akan terjadi pada pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, terutama pada kalangan pemilih pemula.

"Ada ketidakpercayaan pemilih terhadap peserta pemilu karena sering terjadinya kasus korupsi di kalangan kepala daerah. Mereka menganggap siapapun yang menang tidak akan membawa perubahan," kata Ari.

Dengan demikian, lanjut Ari, penyelenggara pemilu harus lebih cerdik dalam memberi kesadaran kepada para pemilih pemula bahwa pemilu akan membawa perubahan dan menentukan masa depan bangsa.