Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh dari kalangan politik, ekonomi, pakar hukum dan aktivis memberikan apresiasi terhadap buku "Managing Indonesia`s Transformation, an Oral History" karya Ginandjar Kartasasmita.

Dalam diskusi buku yang diadakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan Yayasan Indonesia Forum itu menghadirkan pembicara Takashi Siraishi, Adi Sasono, Christianto Wibisono, Todung Mulya Lubis, Sandiaga S Uno, dan M Ichsan Loulembah.

"Buku ini memberi persepektif bagaimana seseorang harus mengambil keputusan disaat kritis, dan bagaimana cara pandang masyarakat tentang pemimpin di masa depan," kata Adi Sasono, mantan Menteri Koperasi dan UKM yang juga dikenal sebagai tokoh LSM itu, Sabtu.

Adi Sasono mengatakan Ginandjar Kartasasmita merupakan tokoh politik yang seolah hidup abadi, tidak ada matinya. Mengenal Ginandjar, seseorang akan memahami bagaimana pandangannya tentang Islam dan Pancasila serta nasionalisme dan kedaerahan.

Tokoh angkatan 66 yang juga analisis bisnis Christianto Wibisono mengatakan buku Ginandjar itu bagaikan menggambarkan anatomi enam presiden yang pernah memimpin Indonesia.

"Di Indonesia, hukum karma bagaikan berlaku bagi semua presiden," ujarnya.

Pembicara lain, pengacara senior Todung Mulya Lubis mengatakan apabila dibaca dengan teliti, buku itu akan memberikan banyak hal yang belum kita ketahui dalam sejarah peralihan Indonesia, terutama dari Orde Baru ke Reformasi.

"Meskipun buku itu tidak ditulis langsung oleh Pak Ginandjar karena berdasarkan tanya jawab dengan beberapa peneliti, saya menemukan ada sisi emosional yang tampak. Ada ketegangan sejarah yang membuat kita bertanya apa yang sesungguhnya terjadi saat itu," tuturnya.

Sementara itu, pebisnis muda Sandiaga S Uno mengatakan buku itu bagaikan sebuah memoar dari seorang Ginandjar Kartasasmita. Buku sangat bermanfaat bagi generasi muda saat ini yang sering menganggap haram bagian dari Orde Baru.

"Buku ini sangat `amazing`. Saya pikir buku ini perlu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia," ujarnya.

Pembicara terakhir, mantan anggota DPD dari Sulawesi Tengah M Ichsan Loulembah mengatakan Ginandjar Kartasasmita merupakan salah satu tokoh politik yang pendapatnya bisa diterima berbagai kalangan, tanpa harus menjilat.

"Di tengah rivalitas politik dan pemikiran antara teknokrat dan birokrat, Pak Ginandjar bisa berada di tengah tanpa harus menjilat kedua kutub tersebut. Sebagai tentara, akademisi, politisi, teknokrat dan birokrat, Pak Ginandjar adalah tokoh yang lengkap," ucapnya.

Sebelum diskusi, Ginandjar mengatakan buku tersebut didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jepang. Penulisan buku tersebut bisa terlaksana setelah Ginandjar bertemu dengan Presiden "National Graduate Institute for Policy Studies" (GRIPS) Prof Takashi Shiraishi.

"Di Indonesia, sudah biasa seseorang diminta menulis buku pada usia tertentu. Tapi saya selalu kesulitan untuk memulai dan takut tidak menarik. Buku ini dibuat berdasarkan pertanyaan yang diajukan, sehingga saya tidak perlu takut memulai atau tidak relevan," kata Ginandjar Kartasasmita.