Jakarta (ANTARA) - Pengidap HIV/AIDS di Jakarta Pusat (Jakpus) pada periode Januari-Juni 2023 sebanyak 684 orang dan untuk itu tetap diperlukan langkah pencegahan, penjangkauan, pendampingan, hingga menyelenggarakan tesnya secara masif bersama pihak terkait agar mata rantai penyakit tersebut bisa diputus.
"Kasus HIV/AIDS di Jakarta Pusat dari Januari sampai dengan Juni 2023, yang datang ke layanan untuk memeriksakan diri sebanyak 32.772. Setelah diperiksa, yang positif sebanyak 684 orang," kata Plt Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Administrasi Jakarta Pusat Asdirwati Ali dalam siniar Jpodcast Episode 66. di Jakarta, Selasa.

HIV/AID adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit (human immunodeficiency virus/HIV) sehingga jika tidak tertangani dengan baik bisa berakibat kondisi sistem kekebalan tubuh sudah tidak mampu lagi melawan infeksi yang masuk (acquired immune deficiency syndrome/AIDS)

Dari 684 orang tersebut, lanjutnya, sebanyak 633 sudah mengakses antiretroviral (ARV).

Baca juga: Jakarta targetkan bebas HIV-AIDS pada 2030

ARV adalah pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi.

ARV atau pengobatan untuk menidurkan virus tersebut adalah sebanyak 633 orang.
Sejauh ini obat ARV yang digunakan untuk pengobatan HIV di Indonesia sendiri ada tiga golongan utama, yakni, pertama NRTI (nucleoside reverse transcriptase inhibitor), seperti: Zidovudin, Lamivudin, Abacavir, Tenofovir, Didanosine dan Emtricitabine.

Kedua, NNRTI (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor), seperti: Evafirenz, Nevirapin dan Rilpivirin dan Ketiga PI (Protease Inhibitor), seperti : Lopinavir/Ritonavir.

Baca juga: Pemkot Jaksel siagakan 40 unit layanan pemeriksaan HIV

KPA Jakpus sendiri memiliki tujuan mengaktifkan upaya penanggulangan HIV/AIDS dalam melindungi masyarakat dan memutus mata rantai penularan penyakit tersebut.


"Melalui pencegahan, penanggulangan secara intensif, menyeluruh, terpadu, dan terkoordinasi kepada semua masyarakat, termasuk masyarakat berisiko tinggi, rentan, dan berisiko rawan ataupun Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)," jelasnya.
Tak hanya dengan Dinas Kesehatan, KPA Jakpus juga bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta tokoh agama dan tokoh masyarakat di wilayah kelurahan dan kecamatan dalam memerangi HIV/AIDS.


"Di Jakarta Pusat yang bekerja pada LSM pada 2023 lebih kurang 10-12 LSM," ujarnya.

Baca juga: Pemkot Jaksel minta warga perdalam pengetahuan untuk cegah HIV-AIDS
Puluhan LSM itu berkolaborasi dengan KPA dalam langkah pencegahan, penjangkauan, pendampingan, hingga menyelenggarakan tes HIV bersama dengan komisi tersebut.


Asdirwati mengungkapkan bahwa KPA Jakpus turut mendukung gagasan Fast Track Ending AIDS 2030 yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, yaitu mencari jalan pintas dalam memerangi HIV/AIDS dengan target pada tahun 2030 tidak ada lagi penularan baru.

"Kita harus berkoordinasi, berkolaborasi, dan mencari inovasi-inovasi baru agar target Fast Track Ending AIDS 2030 bisa tercapai," ujarnya.

Langkah yang dilakukan oleh KPA Jakpus adalah bekerja sama dengan sejumlah unit terkait, di antaranya Dinas Kesehatan, LSM, komunitas Warga Peduli Aids (WPA), serta Pusat Informasi dan Konsultasi (PIK) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dalam memerangi HIV/AIDS.

Baca juga: YPI ingatkan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayinya

"Semoga pada 2030, mata rantai penularan sudah putus," ujarnya.