Riset Zurich: Masih ada berbagai tantangan capai emisi nol bersih
17 Oktober 2023 14:03 WIB
Zurich Indonesia di Jakarta Selasa (17/10/2023), mengumumkan hasil riset terhadap hampir 700 pejabat eksekutif perusahaan yang menunjukan bahwa masih ada berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan di seluruh sektor untuk mencapai emisi nol bersih atau net zero emission. ANTARA/HO-Zurich.
Jakarta (ANTARA) - Zurich Indonesia telah melakukan riset terhadap hampir 700 pejabat eksekutif perusahaan, serta hasilnya menunjukan bahwa masih masih ada berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan di seluruh sektor untuk mencapai emisi nol bersih atau net-zero emission (NZE).
Sustainability Country Lead Zurich Indonesia, Budi Darmawan menyampaikan bahwa melalui riset tersebut, diketahui juga bahwa perusahaan-perusahaan saat ini mulai melaksanakan rencana transisi jangka pendek.
"Kami melihat perubahan iklim sebagai salah satu risiko paling kompleks di zaman ini karena ini merupakan risiko lintas negara, lintas generasi, serta merupakan masalah yang saling ketergantungan dengan dampak terhadap seluruh sektor industri," kata Budi melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Mengutip hasil riset Zurich, Budi melaporkan bahwa 50 persen perusahaan menilai biaya dan skala modal menjadi hambatan utama dalam mengembangkan rencana emisi nol bersih. Hal itu diikuti oleh tiga hambatan terkait, yaitu kurangnya solusi teknologi yang memadai, tantangan regulasi dan kesulitan dalam pengukuran dan pemantau dampak.
Sejalan dengan temuan pada tingkat global, tantangan lainnya dalam mengembangkan rencana di Indonesia adalah kurangnya keterampilan sumber daya manusia (SDM) yang juga disebut sebagai salah satu dari tiga tantangan utama yang dihadapi oleh para pimpinan perusahaan keberlanjutan di Indonesia.
Riset yang dilakukan di 15 negara itu menyimpulkan bahwa diperlukan lebih banyak lagi dukungan investasi dan insentif untuk membantu perusahaan-perusahaan, baik dalam jumlah besar maupun kecil, seperti beralih ke energi terbarukan, armada kendaraan listrik, memperbarui bangunan agar hemat energi, dan mendukung pendataan dan pengukuran.
"Untuk inovasi-inovasi yang terukur dan aplikasi yang cepat, dibutuhkan kolaborasi antar pelaku industri serta pemerintah-swasta dalam penelitian dan pendanaan," tutur Budi.
Budi menilai, kombinasi insentif keuangan dan mandat pemerintah merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan skala teknologi dan merekomendasikan tiga langkah prioritas, yaitu menciptakan kepastian dalam kebijakan, membuka aliran pendanaan dan inisiatif ekonomi; serta untuk melakukan mempercepat inovasi (turbo-charge).
“Perubahan iklim merupakan isu yang memerlukan tindakan segera dan kolaborasi yang kuat. Kami berkomitmen untuk memimpin langkah mengatasi perubahan iklim, Zurich akan terus berperan aktif dalam mencari solusi dan berkolaborasi dengan para pelaku bisnis juga komunitas untuk mendorong dampak yang penting”, jelasnya.
Di enam sektor industri, pada tingkat global, riset itu menemukan bahwa sebagian besar lembaga keuangan dan perusahaan energi telah memiliki rencana langkah emisi nol bersih dengan masing-masing 88 persen dan 85 persen.
Sektor-sektor tersebut sangat penting untuk memfasilitasi aksi mitigasi yang lebih luas dan telah menjadi fokus kebijakan publik. Sektor industri manufaktur berat, barang konsumsi, dan pertanian juga tidak ketinggalan dengan persentase sedikit di bawah 80 persen. Yang paling jauh adalah sektor transportasi dimana hanya 37 persen yang menyatakan bahwa mereka telah menyiapkan rencana.
Di Indonesia sendiri, ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan menunjukkan komitmen yang kuat terhadap perubahan iklim dengan 100 persen responden menyatakan telah memiliki rencana transisi dan 97 persen telah menetapkan target untuk mengurangi emisi karbon ke NZE. Hal itu terutama didorong oleh advokasi dari investor dan dorongan untuk mendapatkan keuntungan bisnis.
"Kami melihat perubahan iklim sebagai salah satu risiko paling kompleks di zaman ini karena ini merupakan risiko lintas negara, lintas generasi, serta merupakan masalah yang saling ketergantungan dengan dampak terhadap seluruh sektor industri," pungkasnya.
Baca juga: Menperin optimistis target emisi nol sektor industri tercapai 2050
Baca juga: Luhut: Emisi karbon nol akan dicapai tanpa ganggu pertumbuhan ekonomi
Sustainability Country Lead Zurich Indonesia, Budi Darmawan menyampaikan bahwa melalui riset tersebut, diketahui juga bahwa perusahaan-perusahaan saat ini mulai melaksanakan rencana transisi jangka pendek.
"Kami melihat perubahan iklim sebagai salah satu risiko paling kompleks di zaman ini karena ini merupakan risiko lintas negara, lintas generasi, serta merupakan masalah yang saling ketergantungan dengan dampak terhadap seluruh sektor industri," kata Budi melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Mengutip hasil riset Zurich, Budi melaporkan bahwa 50 persen perusahaan menilai biaya dan skala modal menjadi hambatan utama dalam mengembangkan rencana emisi nol bersih. Hal itu diikuti oleh tiga hambatan terkait, yaitu kurangnya solusi teknologi yang memadai, tantangan regulasi dan kesulitan dalam pengukuran dan pemantau dampak.
Sejalan dengan temuan pada tingkat global, tantangan lainnya dalam mengembangkan rencana di Indonesia adalah kurangnya keterampilan sumber daya manusia (SDM) yang juga disebut sebagai salah satu dari tiga tantangan utama yang dihadapi oleh para pimpinan perusahaan keberlanjutan di Indonesia.
Riset yang dilakukan di 15 negara itu menyimpulkan bahwa diperlukan lebih banyak lagi dukungan investasi dan insentif untuk membantu perusahaan-perusahaan, baik dalam jumlah besar maupun kecil, seperti beralih ke energi terbarukan, armada kendaraan listrik, memperbarui bangunan agar hemat energi, dan mendukung pendataan dan pengukuran.
"Untuk inovasi-inovasi yang terukur dan aplikasi yang cepat, dibutuhkan kolaborasi antar pelaku industri serta pemerintah-swasta dalam penelitian dan pendanaan," tutur Budi.
Budi menilai, kombinasi insentif keuangan dan mandat pemerintah merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan skala teknologi dan merekomendasikan tiga langkah prioritas, yaitu menciptakan kepastian dalam kebijakan, membuka aliran pendanaan dan inisiatif ekonomi; serta untuk melakukan mempercepat inovasi (turbo-charge).
“Perubahan iklim merupakan isu yang memerlukan tindakan segera dan kolaborasi yang kuat. Kami berkomitmen untuk memimpin langkah mengatasi perubahan iklim, Zurich akan terus berperan aktif dalam mencari solusi dan berkolaborasi dengan para pelaku bisnis juga komunitas untuk mendorong dampak yang penting”, jelasnya.
Di enam sektor industri, pada tingkat global, riset itu menemukan bahwa sebagian besar lembaga keuangan dan perusahaan energi telah memiliki rencana langkah emisi nol bersih dengan masing-masing 88 persen dan 85 persen.
Sektor-sektor tersebut sangat penting untuk memfasilitasi aksi mitigasi yang lebih luas dan telah menjadi fokus kebijakan publik. Sektor industri manufaktur berat, barang konsumsi, dan pertanian juga tidak ketinggalan dengan persentase sedikit di bawah 80 persen. Yang paling jauh adalah sektor transportasi dimana hanya 37 persen yang menyatakan bahwa mereka telah menyiapkan rencana.
Di Indonesia sendiri, ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan menunjukkan komitmen yang kuat terhadap perubahan iklim dengan 100 persen responden menyatakan telah memiliki rencana transisi dan 97 persen telah menetapkan target untuk mengurangi emisi karbon ke NZE. Hal itu terutama didorong oleh advokasi dari investor dan dorongan untuk mendapatkan keuntungan bisnis.
"Kami melihat perubahan iklim sebagai salah satu risiko paling kompleks di zaman ini karena ini merupakan risiko lintas negara, lintas generasi, serta merupakan masalah yang saling ketergantungan dengan dampak terhadap seluruh sektor industri," pungkasnya.
Baca juga: Menperin optimistis target emisi nol sektor industri tercapai 2050
Baca juga: Luhut: Emisi karbon nol akan dicapai tanpa ganggu pertumbuhan ekonomi
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: