Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia, baik penyelenggara, peserta Pemilu 2024, maupun pemilih, dapat dengan bijak menyaring informasi yang beredar di media sosial.

"Penyampaian informasi kampanye tanpa saringan memicu terbukanya ruang konflik laten antarpara pendukung kontestan," kata Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenkopolhukam Janedjri M. Gaffar dalam sambutannya pada dialog kebangsaan "Sukses Pemilu 2024 menuju Indonesia Maju" yang digelar di Surakarta, Jawa Tengah, seperti dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

Janedjri mengatakan penggunaan media sosial sebagai sarana untuk menyampaikan informasi yang tidak benar atau hoaks akan semakin masif dilakukan oleh sejumlah oknum menjelang Pemilu 2024.

"Lebih kurang empat bulan lagi, tepatnya tanggal 14 Februari 2024, kita akan melaksanakan pemilu yang ke-11 dalam sejarah pemilu republik ini," tambahnya.

Baca juga: Kemenkopolhukam ajak masyarakat ambil bagian sukseskan Pemilu 2024

Hoaks yang beredar di media sosial, menurut Janedjri, tidak mendatangkan kesejukan, melainkan memicu lahirnya bibit kebencian antarkelompok masyarakat. Oleh karena itu, dia mengingatkan pentingnya masyarakat menyaring informasi sebelum disebarluaskan.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memprediksi puncak penyebaran hoaks Pemilu 2024 di media sosial terjadi pada bulan Februari 2024.

Hal itu bercermin pada fenomena Pemilu 2019, di mana puncak hoaks terjadi pada bulan April 2019 atau saat berakhirnya tahapan kampanye sampai dengan menjelang pemungutan suara.

Baca juga: Bima Arya: Putusan MK ibarat jalan tol kepala daerah "nyapres"

"Kalau saat ini, bukan tidak mungkin hoaks itu akan meningkat dan memuncak di akhir November 2023, pada tahapan kampanye, sampai awal Februari 2024 menjelang tahapan pemungutan suara," kata Anggota Bawaslu RI Herwyn J. H. Malonda di Jakarta, Sabtu (2/9).

Berdasarkan data pada Pemilu 2019, lanjut Herwyn, sebanyak 501 isu hoaks menyebar menjelang pemungutan suara.

Situasi tersebut perlu diantisipasi karena berdampak pada kualitas pemilu yang dapat memperkuat polarisasi di tengah masyarakat, munculnya ketidakpercayaan terhadap penyelenggara pemilu, serta menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada hasil pemilu yang sah. Sehingga, lanjutnya, hal itu berdampak pada terjadinya konflik hingga kekerasan.

Baca juga: Jokowi sebut tak campuri urusan penentuan capres-cawapres Pemilu 2024

Pendaftaran bakal capres dan cawapres untuk Pilpres 2024 berlangsung pada 19-25 Oktober 2023 di Kantor KPU RI.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.

Baca juga: Jokowi enggan komentari putusan MK soal usia capres/cawapres