Temanggung (ANTARA News) - Ratusan umat Islam dan Katolik warga Desa Ngemplak Kabupaten Temanggung Jawa Tengah melaksanakan tradisi "nyadran" bersama dengan membawa makanan kenduri di sebuah makam di desa tersebut, Jumat.

Warga dari Dusun Bonandong, Rejosari, dan Rowoseneng Desa Ngemplak Kecamatan Kandangan membawa "tenong" berisi makanan dan mereka menggelar tikar di sebuah tanah lapang di kompleks makam Kyai Ledok yang dipercaya sebagai pendiri desa tersebut.

Nyadran berasal dari bahasa Sansekerta, Sraddha, yang artinya keyakinan. Dalam tradisi tersebut dilakukan pembersihan makam secara bersama-sama. Tradisi nyadran konon sudah berlangsung sejak zaman Hindu-Budha.

Di depan makam Kyai Ledok dan Nyi Ledok warga melakukan doa bersama. Doa pertama dilakukan kaum muslim dan doa kedua oleh umat Katolik.

Saat dilakukan pembacaan yasin dan tahlil oleh umat Islam, umat Katolik dengan khidmat menyaksikannya. Sebaliknya saat umat Katolik memanjatkan doa, kaum muslim juga menyaksikan dengan khidmat.

"Hal ini merupakan bentuk kerukunan yang kami harapkan. Bentuk kerja sama dan hidup berdampingan tanpa membeda-bedakan," kata Yustinus Rusman (70) pimpinan spiritual Katolik.

Setelah doa bersama, makanan yang telah dibawa dari rumah disantap bersama-sama. Mereka saling bertukar dan berbagi makanan.

Kepala Desa Ngemplak, Sri Asto Widi Subagyo mengatakan, ritual ini telah digelar sejak nenek moyang. Kebersamaan dalam perbedaan agama menjadi hal yang saling dihargai sejak lama.

"Tradisi ini telah berlangsung sejak zaman nenek moyang. Kapan mulai dilakukan kami tidak tahu. Yang pasti kegiatan ini digelar rutin setiap tahun," katanya.

Ia mengatakan, tradisi nyadran di Dusun Rowoseneng, Desa Ngemplak ini digelar setiap Jumat Kliwon bulan Rajab.