Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan pada awal September 2023 memberikan sinyal bahwa perekonomian Indonesia pada 2024 bakal bertumbuh 5,2 persen meski pada periode tersebut sedang diselenggarakan perhelatan Pemilu.
Berkaca pada penyelenggaraan pemilu sebelumnya, perhelatan 5 tahunan itu tidak sampai mengganggu pertumbuhan ekonomi. Riak-riak memang terjadi tetapi pada akhirnya dapat diselesaikan dengan mulus.
Kalaupun ada pelaku usaha atau bisnis yang memilih "tunggu dan lihat", itu sifatnya hanya sementara dan kegiatan ekonomi pada akhirnya berjalan normal kembali.
Kementerian Keuangan justru menyebut pertumbuhan ekonomi 2024 akan didorong dari belanja konsumsi penyelenggaraan pemilu yang berasal dari anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yakni Rp11,52 triliun pada 2023 dan Rp 15,87 triliun pada 2024.
Dari data itu maka dampak pemilu bisa dipilah menjadi dua. Dampak langsung berupa meningkatnya konsumsi Pemerintah dan dampak tak langsung yakni konsumsi masyarakat.
Konsumsi Pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) diperkirakan naik 0,75 persen pada 2023 dan 1 persen pada 2024.
Sementara konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) juga diproyeksikan naik 4,72 persen pada 2023 dan 6,57 persen pada 2024 sebagai dampak dari pengeluaran calon anggota legislatif (caleg).
Angka tersebut berdasarkan asumsi pengeluaran caleg DPR sebesar Rp1 miliar per orang dan caleg DPRD pada kisaran Rp200 juta. Dengan perkiraan total caleg sebanyak 8.037 untuk memperebutkan 500 kursi DPR RI, 12.372 kursi DPRD provinsi, dan 17.510 kursi DPRD kabupaten/kota.
Sementara dampak tak langsung ke konsumsi masyarakat sekitar 0,14 persen pada 2023 dan 0,21 persen di 2024. Dengan demikian memberi kontribusi terhadap PDB 2023 sekitar 0,2 persen dan juga di 2024 sebesar 0,27 persen.
Fundamental kuat
Seorang konsultan properti Indonesia melihat secara fundamental ekonomi Indonesia pada tahun 2023 dan 2024 jauh lebih kuat sehingga menjadi bisa menjadi pijakan bagi sektor properti untuk tumbuh.
Menurut Kepala Riset Colliers Indonesia, Ferry Salanto, pandemi COVID-19 justru menjadi penyebab sektor properti belum sepenuhnya pulih seperti dialami subsektor perkantoran.
Salah satu subsektor yang saat ini kembali pulih dengan cepat adalah hotel begitu Pemerintah menyatakan pandemi berakhir, subsektor ini melaju dengan pesat dimulai bangkitnya pariwisata Bali.
Untuk melihat korelasi antara pertumbuhan sektor properti terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024, itu sangat bergantung kepada siklus sektor properti.
Puncak (booming) pertumbuhan properti terjadi pada periode 2012-2013, dan biasanya siklus berulang 8--9 tahun kemudian. Namun dampak dari pandemi membuat selama 3 tahun terjadi perlambatan, baru kemudian properti bangkit kembali untuk pemulihan.
Masih dari siklus properti maka sub sektor retail (mal) dan hotel (pariwisata) pada tahun ini sudah berada pada puncaknya serta masih akan berlanjut pada 2024.
Adapun untuk sektor hunian--terutama apartemen-- dari segi siklus sedang menuju puncak yang diperkirakan baru tercapai pada 2025.
Pada periode sekarang ini disebutkan beberapa subsektor apartemen ada yang sedang tahap menyelesaikan proyeknya, namun ada juga yang sedang tahap penjualan unitnya.
Di tengah pemulihan sekarang ini, kunci keberhasilan sektor hunian, terutama apartemen, adalah kepastian untuk serah terima. Paling penting sekarang ini meraih kepercayaan konsumen sebagai syarat agar sektor rumah bisa mencapai siklusnya pada 2025.
Analis itu juga menyebut konsumen sektor hunian juga harus diperhatikan yakni 60 persen investor dan 40 persen pembeli akhir (end user) untuk ditempati. Untuk investor maka kepastian imbal hasil dan balik modal menjadi persyaratan, sedangkan untuk pembeli akhir kepastian serah terima menjadi syarat utama.
Terkait penyelenggaraan pemilu, menurut Ferry, untuk daya beli tidak akan terjadi penurunan mengingat secara fundamental ekonomi bagus. Hanya saja tidak semua dana itu akan ditempatkan di sektor properti.
Perhelatan pemilu ini justru akan mendongkrak subsektor perhotelan karena banyak partai yang akan menggelar berbagai hajatan politik hingga 2024.
Adapun untuk sektor retail, beberapa masih harus berjuang karena keberhasilan subsektor ini sangat bergantung kepada penyewa (tenant) di dalamnya. Beberapa mal (retail) sulit untuk mendongkrak konsumen karena tidak ada tenant spesial di dalamnya.
Edukasi
Pelaku di sektor properti melihat tahun 2024 sebagai tantangan mengingat sebelumnya subsektor hunian baru saja pulih setelah dihajar pandemi.
Menurut Chief Marketing Officer (CMO) salah satu apartemen di Alam Sutera, Tangerang, Alvin Andronicus, edukasi menjadi hal sangat penting bagi konsumen untuk memastikan hunian yang akan ditempati itu nantinya sesuai dengan ekspektasi.
Terlebih dengan apartemen mengingat saat ini belum seluruh masyarakat Indonesia terbiasa untuk menghuni rumah susun yang menuntut tenggang rasa dengan tetangga.
Kemudian yang perlu diyakinkan kepada calon pembeli bahwa hunian ini akan selesai tepat waktu serta kualitas bangunan sesuai dengan yang diperjanjikan saat pengikatan jual beli.
Tak hanya itu dukungan perbankan juga menjadi salah satu pendorong kebangkitan sub sektor hunian. Tanpa adanya fasilitas KPR/ KPA tentunya konsumen akan kesulitan untuk mendapatkan hunian yang diinginkan.
Survei Bank Indonesia memperlihatkan skema pembiayaan KPR masih menjadi pilihan dalam melakukan pembelian rumah primer dengan pangsa sebesar 74,83 persen dari total pembiayaan.
Pada triwulan I 2023, pertumbuhan total nilai kredit KPR dan KPA secara tahunan tercatat sebesar 7,25 persen (year on year/yoy), sedikit menurun dibanding 7,79 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I 2023, pertumbuhan total nilai kredit KPR dan KPA secara tahunan tercatat sebesar 7,25 persen (yoy), sedikit menurun dibanding 7,79 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, penyaluran KPR dan KPA secara triwulanan tercatat sebesar 1,68 persen (quarter to quarter), melambat dibanding triwulan IV 2022 yang tumbuh 2,77 persen (qtq).
Dengan demikian pertumbuhan sektor properti pada 2024 sangat bergantung kepada fase siklus. Yang pasti, kalaupun terjadi perlambatan, itu bukan disebabkan pengaruh Pemilu 2024.
Beberapa subsektor properti diakui mengalami perlambatan pada tahun tersebut, namun lebih diakibatkan dampak dari pandemi.
Tak hanya itu, berdasarkan riset dan data Pemerintah memperlihatkan bahwa secara fundamental ekonomi kuat bahkan masih mampu bertumbuh di atas 5 persen, yang membawa dampak positif di semua sektor bisnis termasuk properti.
Artikel
Ingar bingar Pemilu 2024 tak pengaruhi penjualan properti
Oleh Ganet Dirgantara
16 Oktober 2023 21:14 WIB
Salah satu proyek apartemen sedang tahap penyelesaian konstruksi. ANTARA/ Ganet Dirgantoro
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023
Tags: