Lashio, Myanmar (ANTARA News) - Pasukan keamanan berpatroli di jalanan sebuah kota di bagian timur Myanmar setelah kerusuhan berbasis agama yang baru-baru ini terjadi menewaskan satu orang dan beberapa lainnya terluka.

Pasukan militer turun ke jalanan kota Lashio di provinsi Shan menyusul otoritas setempat berusaha menumpas kerusuhan berdarah --sebuah peristiwa terakhir dalam rangkaian kerusuhan di seluruh negeri yang terbukti menjadi tantangan berat bagi pemerintahan reformasi, lapor AFP.

"Militer saat ini bertanggung jawab atas keamanan di sini," kata pejabat Kementerian Penerangan Lokal, Nang Hsai Li Kham kepada AFP, seraya mengatakan situasi saat ini "damai" setelah didera kekerasan selama dua hari.

"Terdapat beberapa orang yang bepergian di dalam kota dengan pisau dan tongkat pemukul mengendarai sepeda motor kemarin. Namun hal tersebut tidak ada hari ini... Pasukan keamanan disebar ke setiap sudut kota," ujar dia menambahkan.

Sejumlah toko kembali dibuka hari ini dan kota tersebut terlihat lebih tenang pada Kamis pagi, demikian menurut laporan pandangan mata AFP.

Satu orang terbunuh dan lima lainnya cedera dalam bentrokan antara kelompok Muslim dan Buddha yang juga mengakibatkan sebuah masjid dan panti asuhan hangus terbakar sementara sejumlah orang menyisir jalanan kota mengancam kaum Muslim.

Tiga bangunan keagamaan, lusinan toko dan sejumlah rumah dibumihanguskan selama bentrokan, menurut harian milik pemerintah, New Light.

Laporannya menyebutkan pemicu bentrokan --serangan terhadap perempuan Buddha pada Selasa (28/5)-- merupakan tindak kriminal, bukan alasan agama dan pihak berwenang menyerukan kepada masyarakat agar tidak membiarkannya menjadi sebuah "konflik agama".

Sedikitnya sembilan orang telah ditangkap akibat kerusuhan tersebut, demikian menurut Pasukan Kepolisian Myanmar, yang sebelumnya pada Rabu (29/5) larut malam mengatakan polisi dan militer bahu membahu memadamkan kekerasan.

Serangkaian episode bentrokan keagamaan telah memperlihatkan jurang yang dalam di negara mayoritas Buddha tersebut dan membayangi reformasi politik yang menuai pujian semenjak berhentinya kekuasaan militer dua tahun lalu.

Perpecahan sektarian memicu perhatian dan kekhawatiran dari dunia internasional. Presiden Amerika Serikat Barack Obama pekan lalu menyuarakan "keprihatinan yang mendalam" atas serangan anti-Muslim, kala menerima kunjungan Presiden Thein Sein di Washington.

Pasukan keamanan telah dituduh terlambat melakukan penanganan --atau bahkan melakukan pembiaran-- atas kerusuhan, yang sebagian besar menyasar kaum Muslim tersebut.

Seorang pria Muslim berusia 48 tahun telah ditangkap atas penyerangan terhadap seorang perempuan Buddha berusia 24 tahun, yang menderita luka bakar namun tidak cukup serius, menurut media pemerintah, yang menyebut tersangka pelaku penyerangan sebagai seorang pecandu obat-obatan terlarang.

Pada Maret setidaknya 44 orang terbunuh dalam pertikaian sektarian di pusat Myanmar dengan ribuan rumah hangus dibakar.

Sejumlah biksu --yang merupakan tokoh prodemokrasi selama masa pemerintahan tangan besi junta di Myanmar-- diketahui terlibat dalam kekerasan, sementara sebagian lainnya menyebarkan seruan memboikot tokot-toko yang dimiliki kaum Muslim.

Kekerasan komunal pada tahun lalu di bagian barat provinsi Rakhine menewaskan 200 orang dan memaksa 140.000 jiwa mengungsi, sebagian besar Muslim Rohingya. (G006/M014)