Terkait hal tersebut, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa masih banyak ruang bisnis yang dapat digarap oleh perbankan untuk menumbuhkan bisnisnya. “Potensi pasar kredit secara total dari semua segmen, termasuk segmen mikro di Indonesia, sesungguhnya masih sangat besar,” ujarnya dalam webinar bertajuk “Peluang, Harapan, dan Tantangan Perekonomian” yang digelar pada Selasa (10/10/2023).
Hal tersebut, lanjut Sunarso, tercermin dari masih rendahnya rasio total kredit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dibandingkan dengan negara peers. Demikian juga dengan rasio kredit Usaha Mikro, Kecil & Menengah (UMKM) terhadap PDB.
Di Indonesia, ujarnya, rasio kredit terhadap total PDB mencapai 30,6%. Dari angka yang relatif masih rendah tersebut, share kredit UMKM baru mencapai 7,2% terhadap PDB. Selain itu, berdasarkan survey BRI Research Institute, inklusi keuangan berdasarkan kepemilikan akun rekening juga masih sangat rendah yakni di level 67,3%, serta di level 70% untuk penggunaan produk atau pelayanan jasa keuangan (tidak termasuk BPJS) atau 84% untuk penggunaan produk atau pelayanan jasa keuangan.
“Artinya apa? Sebenarnya kita masih cukup punya ruang untuk meningkatkan kredit, terutama dibandingkan dengan PDB-nya. Demikian juga kredit kepada UMKM itu masih sangat rendah. Itu adalah ruang untuk kita menemukan bisnis di kredit,” tegas Sunarso.
Di pedesaan, lanjut Sunarso, angka inklusi keuangan lebih rendah dibandingkan dengan perkotaan. Dia menambahkan, inklusi keuangan berdasarkan penggunaan produk atau pelayanan di daerah perdesaan hanya 79,4%, di bawah perkotaan yang mencapai 88,2%.
BRI sebagai bank yang banyak menjangkau wilayah perdesaan, lanjutnya, memiliki concern tinggi untuk menggali lebih dalam potensi-potensi di tataran akar rumput yang dapat dikembangkan, terutama dalam meningkatkan inklusi keuangan melalui literasi keuangan. Hal itu pula yang semakin memantapkan perseroan dalam menjalankan strategi go smaller dengan terus mengembangkan segmen bisnis UMKM dan ultra mikro.
“Ini menjadi potensi bisnis, maka kalau didetailkan lagi, karena BRI memang harus kembali ke khittahnya untuk menangani UMKM. Maka untuk tumbuh itu, strateginya hanya dua, pertama nasabah existing dinaikkelaskan serta mencari sumber pertumbuhan baru dengan pergi ke bawah yang kita bilang go smaller. Dari menengah, turun ke small. Dari small, turun di mikro. Dari mikro turun lagi ke ultra mikro,” papar Sunarso.
Kebijakan Sunarso dalam memimpin BRI untuk menerapkan strategi go smaller terbukti ampuh. Hingga akhir Juni 2023, perseroan berhasil mencetak pertumbuhan kinerja yang impresif yang didukung oleh pertumbuhan solid di segmen mikro dan ultra mikro melalui Holding Ultra Mikro yang dipimpin BRI.
Tercatat, BRI mencetak pertumbuhan laba konsolidasian sebesar 18,83% year-on-year (yoy) menjadi Rp29,56 triliun, dengan kenaikan aset sebanyak 9,21% menjadi Rp1.805,15 triliun.
Sunarso pun menegaskan bahwa faktor utama penopang kinerja BRI yakni pertumbuhan kredit mikro dan CASA yang mencapai double digit, kualitas aset yang terjaga, rasio efisiensi yang membaik, konsistensi pertumbuhan proporsi pendapatan berbasis komisi (fee-based income), serta semakin solidnya kinerja perusahaan anak yang tergabung dalam ekosistem BRI Group, termasuk Holding Ultra Mikro.
Hingga akhir kuartal II 2023, BRI berhasil menyalurkan kredit dan pembiayaan senilai Rp1.202,13 triliun, di mana sebanyak Rp577,94 triliun di antaranya merupakan pembiayaan segmen mikro yang tumbuh 11,41%. Pertumbuhan ini pun semakin memperbesar porsi kredit mikro dalam portofolio perseroan hingga menjadi 48,08% dan kredit UMKM menjadi 84,48% dari total kredit yang disalurkan perseroan.