Jakarta (ANTARA) - Penggiat dan pelaku usaha Budidaya Lobster menyambut positif rencana Pemerintah mengatur ulang regulasi pengelolaan lobster di Indonesia.


Sekjen Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) Paul O. Gurusinga juga menyambut baik perubahan regulasi pengelolaan lobster. Lewat perubahan ini, KKP rencananya akan menjalin kerja sama dengan Vietnam untuk melakukan budi daya lobster di Indonesia dan di luar negeri. Menurut Paul, Negara tersebut memiliki kemampuan budi daya lobster yang sudah sangat baik.




Paul optimis perubahan regulasi akan membangun ekosistem budi daya lobster yang lebih berkualitas di Indonesia. Baik dari sisi kemampuan pembudidaya, hasil panen, hingga kualitas produk yang dihasilkan. Lebih dari itu, perubahan pengelolaan dapat mendorong lahirnya usaha-usaha baru penyokong kegiatan budi daya lobster.




"Perlu kerendahan hati, kita perlu belajar dari negara yang sudah sukses melakukan budidaya. Jika itu tercapai, budi daya lobster di Indonesia bisa dijalankan dengan baik. Business process budi daya di Vietnam itu sudah sangat baik. Pakan sudah ada khusus yang mengurus, ada penjualnya sendiri, beda dengan di Indonesia, semua masih dilakukan dan disiapkan oleh 1 orang pembudidaya," ujarnya pada Forum Konsultasi Publik Rancangan Permen KP tentang Penangkapan, Pembudidayaan, dan Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat (13/10/2023).




Pembudidaya juga menyambut baik rencana pemerintah mengatur ulang regulasi pengelolaan lobster di Indonesia. Perubahan itu diharapkan tidak hanya meningkatkan perekonomian, tetapi juga kemampuan pembudidaya dalam membudidayakan krustasea tersebut.




“Saya sangat setuju untuk perubahan aturan BBL, kami juga setuju dengan kegiatan budidaya. Tapi kami harapkan perubahan ini juga meningkatkan kemampuan pembudidaya dalam membudidayakan lobster,” beber Ketua KUB Gili Mandiri Samiun.




Samiun mengungkapkan pengalaman pribadinya melakukan budidaya lobster di perairan Lombok. Rendahnya tingkat kehidupan (Survival Rate) BBL dan pemenuhan pakan menjadi kendala yang paling dominan dihadapi para pembudidaya. Imbasnya, tumbuh kembang hingga menjadi lobster terbilang lama dan bobotnya juga belum mencapai angka maksimal. Ini juga lah yang menyebabkan sebagian masyarakat lebih memilih menjual BBL hasil tangkapannya dibanding melakukan budi daya sendiri.




Untuk itu dia berharap, perubahan regulasi pengelolaan lobster yang direncanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dapat mendorong peningkatan kemampuan pembudidaya di Indonesia. Caranya bisa dengan mengirimkan perwakilan kelompok pembudidaya ke negara yang sudah berhasil mengembangkan budi daya lobster untuk belajar, atau mendatangkan sejumlah pembudidaya sukses dari negara tersebut untuk berbagi ilmu dan pengalaman.




“Mungkin ketua-ketua kelompok pembudidaya diikutkan pelatihan di Vietnam atau ahli dari sana didatangkan ke sini. Di sana ukuran lobster budi daya bisa 500 gram hanya dalam 6 bulan. Di Indonesia 200 gram saja itu butuh 8 bulan. Kenapa bisa beda?” bebernya.




Sementara itu, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran Yudi Nurul Ihsan mengamini sulitnya membudidayakan lobster. Dari uji coba yang dilakukan, salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat kehidupan lobster karena tingkat kanibalisme yang tinggi. Lobster yang kekurangan asupan pakan akan memangsa lobster lainnya.




“Tantangannya tentu ketersediaan pakan. Kalau ingin memperbesar budi daya lobster, kita harus memikirkan bagaimana kesiapan kita menyediakan pakan,” ungkapnya.




Perubahan regulasi pengelolaan lobster melalui skema kerja sama dengan pemerintah Vietnem, menurutnya harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kompetensi pembudidaya nasional. Dengan demikian, tujuan perubahan regulasi untuk pembangunan budi daya lobster di dalam negeri bisa tercapai.




Keberhasilan pembangunan budi daya lobster diakui Yudi dapat menjamin keberlanjutan populasi hewan bercapit tersebut di alam. Sebab kebutuhan lobster untuk konsumsi dapat dipenuhi dari hasil budi daya.




“Sepakat, kemampuan pembudidaya perlu dikembangkan. Pemerintah bisa melakukan pelatihan, pembinaan ke pembudidaya, dan juga nelayan penangkap benih bening lobster. Ini bukan hanya aspek ekonomi tapi juga keberlanjutan ekologinya,” pungkasnya.