Jakarta (ANTARA) - Center of Human and Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (CHED ITB-AD) menilai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan merupakan langkah penting dalam mencapai Visi Indonesia Emas 2045.

"Ini merupakan langkah awal dalam upaya bersama untuk memastikan kesehatan menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan," kata Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD, Roosita Meilani Dewi di Jakarta, Jumat.

Dalam konferensi pers bertema "Kebijakan Kesehatan dalam Kacamata Pembangunan Ekonomi", ia mengatakan dengan memprioritaskan kesehatan masyarakat, diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan produktivitas bangsa.

"Selama ini, kesehatan dan ekonomi seringkali dianggap terpisah dalam kerangka pembangunan. Namun, dengan rancangan pembangunan jangka panjang pemerintah Indonesia yang menekankan peningkatan pembangunan manusia sebagai prioritas utama, maka sektor kesehatan akan menjadi pilar utama dalam pencapaian ini," tuturnya.

Baca juga: Legislator: RPP UU Kesehatan ancam ekosistem pertembakauan nasional
Baca juga: IYCTC dorong pembahasan RPP Kesehatan segera disahkan


Ia mengemukakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Juni 2023, menekankan pentingnya tiga pilar utama diantaranya sumber daya manusia yang berkualitas.

Dalam konteks ini, kata dia, kesehatan menjadi fokus utama, mengingat tantangan yang dihadapi Indonesia, terutama dalam hal produktivitas dan masalah kesehatan masyarakat.
Konferensi pers dukungan terhadap RPP Kesehatan bertema Kebijakan Kesehatan dalam Kacamata Pembangunan Ekonomi" di Jakarta, Jumat (13/10/2023). ANTARA/HO-CHED ITB-AD


Menurut Roosita, salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah tingkat produktivitas yang rendah.

Data Total Factor Productivity (TFP) selama periode 2005-2019 menunjukkan bahwa pertumbuhan produktivitas Indonesia tumbuh sebesar 0,66, sedangkan negara-negara Asia lain seperti Korea Selatan mencapai 1,66 dan Tiongkok mencapai 1,61 dalam periode yang sama.

Roosita juga menyoroti masalah konsumsi rokok di Indonesia, dengan prevalensi merokok yang tinggi, terutama pada pria dewasa yang mencapai 67 persen.

Baca juga: Percepatan pengimplementasian RPP UU Keswa tingkatkan kesadaran masyarakat terhadap ODGJ
Baca juga: Gapero minta pembahasan RPP Produk Tembakau dipisah dari UU Kesehatan


Seperti diketahui, menurut hasil The Indonesian Family Life Survey ke-5, prevalensi merokok di Indonesia mencapai 58 persen, dengan mayoritas perokok adalah laki-laki. Data ini juga mengungkapkan bahwa rata-rata perokok mengkonsumsi 12 batang rokok per hari dan pengeluaran rata-rata untuk merokok mencapai Rp56.000 per pekan.

"Upaya seperti kenaikan harga rokok diharapkan dapat mengurangi prevalensi merokok, namun juga meningkatkan biaya yang harus ditanggung oleh negara. Oleh karena itu, kebijakan kesehatan yang berdampak jangka panjang menjadi sangat penting," lanjutnya.

Ia mengatakan CHED ITB-AD Jakarta dan jejaring pengendalian tembakau menyampaikan dukungannya terhadap RPP Kesehatan yang saat ini disusun Kementerian Kesehatan.