Jakarta (ANTARA) - Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan bahwa evakuasi WNI dari Palestina dan Israel hanya mungkin dilakukan jika kedua pihak yang sedang bertikai itu menyepakati gencatan senjata.

Judha menjelaskan bahwa gencatan senjata sangat diperlukan untuk membuka koridor kemanusiaan yang memungkinkan evakuasi warga sipil dan penyaluran bantuan bagi masyarakat terdampak konflik.

“Koridor kemanusiaan ini kan melibatkan dua pihak yang sedang bertikai. Koridor kemanusiaan tidak bisa dipaksakan dari pihak luar, tetapi perlu kesepakatan dari kedua pihak,” ujar dia dalam konferensi pers di Kemlu, Jakarta, pada Jumat.

Pemerintah saat ini sedang berfokus untuk mengevakuasi 10 WNI di Jalur Gaza, yang menjadi sasaran utama serangan udara militer Israel ke Palestina.

Situasi di wilayah tersebut semakin dipersulit karena Israel memblokade jaringan listrik dan pasokan air, bahkan menutup akses bagi suplai makanan.

Jika situasi ini dibiarkan berlarut-larut, Indonesia mengingatkan akan terjadinya bencana kemanusiaan di Gaza.

Karena itu, pemerintah Indonesia menyerukan Israel dan Palestina untuk segera menghentikan pertempuran dan memungkinkan terbentuknya koridor kemanusiaan.

“Proses evakuasi mengedepankan keselamatan. Satu hal yg perlu kita pastikan adalah keamanan jalur evakuasi. Kita tidak mungkin menggerakkan WNI kita di tengah konflik, jadi proses evakuasi WNI terutama dari Gaza hanya akan kita lakukan jika ada koridor kemanusiaan,” tutur Judha.

Selain 10 WNI yang berada di Gaza, Kemlu mencatat sebanyak 39 WNI berada di Tepi Barat dan 94 pelajar Indonesia berada di Sapir, sehingga menjadikan total WNI yang tercatat di wilayah konflik Israel-Palestina adalah 143 orang.

Sebelumnya, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) memperingatkan bahwa tanpa listrik, rumah sakit-rumah sakit di Gaza yang diblokade Israel bisa berubah menjadi kamar mayat.

Baca juga: ICRC: Tanpa listrik, RS di Gaza bisa jadi kamar mayat

Dalam konflik terbaru di Timur Tengah itu, pasukan Israel meluncurkan serangan militer secara penuh dan terus menerus di Jalur Gaza untuk membalas serangan kelompok militan Hamas Palestina di wilayah Israel.

Konflik tersebut dimulai ketika Hamas meluncurkan "Operasi Badai Al-Aqsa" terhadap Israel. Dalam serangan mendadak secara bersamaan dari segala arah itu, Hamas menembakkan roket dan menyusup ke Israel melalui darat, laut dan udara.

Hamas menyebut serangannya itu sebagai balasan atas penyerbuan Israel ke Masjid Al-Aqsa di wilayah pendudukan Yerusalem Timur dan kekerasan yang meningkat terhadap warga Palestina oleh pemukim Israel.

Militer Israel kemudian meluncurkan "Operasi Pedang Besi" di Jalur Gaza dan memblokade penuh kawasan itu sehingga masyarakat setempat kehabisan pasokan air dan listrik.

Situasi itu menambah kesengsaraan masyarakat Gaza yang sudah menderita akibat blokade Israel sejak 2007.

Baca juga: Iran: kejahatan terhadap Palestina akan ditanggapi poros lain
Baca juga: PBB desak akses bantuan kemanusiaan untuk Gaza dibuka