Baghdad (ANTARA News) - Kekerasan di Irak telah merenggut lebih 500 nyawa pada Mei, menurut angka kantor berita Prancis AFP pada Selasa sementara penguasa negeri itu berusaha keras untuk meredam gelombang pergolakan yang menimbulkan ketakutan konflik antarkelompok berbeda.

Dan utusan Perserikatn Bangsa-Bangsa mendesak para pemimpin Irak untuk bertemu mencari solusi atas krisis politik yang telah berlangsung lama. Krisis itu mengakibatkan pemerintahan lumpuh dan ketakmampuannya meredam kekerasan.

Sampai Selasa, tercatat 507 orang tewas dan 1.287 orang lain menderita cedera selama Mei, merupakan angka paling banyak dalam sedikitnya setahun, menurut data berdasarkan laporan-laporan dari sumber-sumber keamanan dan rumah sakit.

Pemboman dan penembakan di Irak pada Selasa menewaskan 16 orang, banyak di antara mereka anggota pasukan keamanan, kata sejumlah pejabat.

Dalam serangan paling mematikan, satu bom meledak di satu bus di Kota Sadr, kawasan Syiah di barat Baghdad, menewaskan sedikitnya lima orang dan mencederai sedikitnya 26 orang, kata pejabat medis dan perwira keamanan.

Di Tarmiyah, sebelah utara Baghdad, seorang pembom bunuh diri yang mengendarai truk berisi bahan peledak menewaskan empat orang, di antara mereka dua personel polisi, dan mencederai delapan orang.

Empat personel polisi gugur dalam bentrokan-bentrokan di Mosul, sementara Letnan Kolonel Faris al-Rashidi, seorang perwira intelejen, gugur dan tiga personel polisi lainnya luka-luka dalam ledakan bom dekat kota itu, kata para pejabat.

Sejumlah pria bersenjata menembak dua milisi Sahwa yang anti Al Qaida dekat Tikrit, sebelah barat Baghdad.

Kekerasan itu terjadi sehari setelah gelombang serangan bom yang menewaskan 58 orang dan mencederai 187 orang lainnya.

Kekerasan di Irak telah menurun dari puncaknya pada 2006 dan 2007 tetapi serangan-serangan biasa terjadi, menewaskan sedikitnya 220 orang tiap bulan sejauh ini tahun 2013.

"Saya sekali lagi mendesak seluruh pemimpin Irak melakukan apapun yang mungkin untuk melindungi warga sipil Irak. Ini tanggung jawab mereka menghentikan pertumpahan darah sekarang," kata Martin Kobler, utusan PBB, dalam satu pernyataan Selasa.

"Ini tanggung jawab para politisi untuk bertindak segera dan melakukan dialog guna menyelesaikan kebuntuan politik dan jangan biarkan para teroris mengambil keuntungan dari perbedaan politik mereka," katanya.

Irak menghadapi krisis politik mulai dari pembangian kekuasaan hingga perbatasan teritorial, yang melumpuhkan pemerintahan.

Tingkat kekerasan di Irak meningkat sejak awal tahun ini, bersamaan dengan kerisauan di antara kelompok Sunni Irak yang meletus menjadi protes-protes pada akhir Desember.

Para anggota minoritas Sunni, yang memerintah negeri itu sejak berdiri Irak setelah Perang Dunia I hingga pemerintahan Saddam Hussein dijatuhkan oleh pasukan pimpinan Amerika Serikat pada 2003, menuding pemerintahan yang dipimpin Syiah meminggirkan peran mereka dan menyalahkan komunitas itu, demikian AFP.

(M016)