Jakarta (Antara nEWS) - Direktur ASEAN Foundation, Makarim Wibisono, mengatakan ASEAN di tengah peningkatan ketegangan dalam sengketa perairan di Laut China Selatan antara Filipina, China dan Taiwan beberapa pekan terakhir memiliki tantangan mencegah munculnya penggunaan kekerasan.

"(Mencegah penggunaan kekerasan) itu yang harus diutamakan, itu menjadi tantangan bagi ASEAN," kata Makarim saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

Menurut Makarim, sengketa perairan di Laut China Selatan berdasar pada klaim dengan pijakan argumen yang berbeda sehingga akan sulit mencapai titik temu, oleh karena itu fokus ASEAN harus menjaga perbedaan yang ada tidak menciptakan ketegangan berlarut.

"Kalau sekarang ini masalahnya tetap pada bagaimana mengusahakan Laut China Selatan itu merupakan wilayah yang tanpa ada penggunaan senjata dan kekerasan. Ini kesempatan ASEAN untuk mendorong pihak-pihak terkait agar bersedia maju di bidang itu," kata dia.

ASEAN sebetulnya sudah membuat draf nol Kode Tata Berperilaku (CoC), yang juga menjadi salah satu amanat yang diatur dalam Deklarasi Tata Berperilaku (DoC)

Pada awal Mei, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, setelah bertemu dengan Menlu RI Marty Natalegawa, memastikan komitmen untuk mencapai kemajuan dalam pembahasan DoC --yang disusun pada 2002-- menuju CoC.

Proses pembahasan akan dilakukan secara bertahap. Kedua belah pihak juga menginisiasi beberapa hal, diantaranya, adalah pembentukkan kelompok kerja ASEAN dan China di tingkat Direktur Jenderal. China juga menginginkan CoC disepakati oleh semua pihak.

Oleh karena itu, Makarim berpendapat bahwa sebaiknya ASEAN terus berkonsentrasi untuk segera menuntaskan mekanisme CoC.

"Kalau sudah dituntaskan siapa-siapa yang menggunakan kekerasan berarti telah mengambil langkah yang melanggar Coc itu tadi, sementara sekarang tidak ada norma-norma yang mengikat semua pihak dalam sengketa Laut China Selatan," ujar dia.

Sementara itu, pada Kamis (23/5) Filipina mengungkapkan tekadnya untuk mempertahankan apa yang menjadi hak mereka, sebagai respon atas aksi kapal-kapal perang China yang berpatroli di pulau karang di Laut China Selatan yang diduduki oleh marinir Filipina.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina Raul Hernandez mengatakan Kamis, kapal perang China bersama dua kapal patroli dan satu armada kapal nelayan masih berada di dekat dangkalan tersebut.

"Mereka seharusnya tidak berada di sana. Mereka tidak berhak untuk berada di sana.. tak ada seorangpun meragukan kesungguhan rakyat Filipina untuk mempertahankan hak kami di wilayah tersebut," kata Hernandez kepada AFP.

"Angkatan Laut dan penjaga pantai kami diberi mandat untuk menegakkan hukum di Filipina," katanya.

Sebelumnya pada pekan lalu, Presiden Filipina Benigno Aquino mengumumkan anggaran sebanyak 1,8 miliar dolar untuk mempertahankan wilayah maritimnya.