Polres Pamekasan hentikan penyelidikan kasus pencemaran sungai
12 Oktober 2023 19:55 WIB
Dokumentasi air sungai di Desa Klampar, Kabupaten Pamekasan, yang berwarna merah karena tercemar limbah zat pewarna batik. ANTARA/HO-DLH Kabupaten Pamekasan
Pamekasan (ANTARA) - Polres Pamekasan di Jawa Timur menghentikan penyelidikan kasus dugaan pencemaran air sungai akibat limbah batik dari industri batik di Desa Klampar, Kabupaten Pamekasan, yang terjadi Juli 2023.
"Penghentian penyelidikan ini setelah kami menggelar perkara atas kasus tersebut dan hasilnya tidak cukup bukti," kata Kasi Humas Polres Pamekasan, Inspektur Polisi Satu Sri Sugiharto, dalam keterangan pers yang disampaikan kepada media di Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Kamis.
Baca juga: Pj Gubernur Jabar: Banyak sekali pengaduan pencemaran sungai di Bekasi
Polres Pamekasan mendasari penyelidikan kasus dugaan pencemaran air sungai akibat limbah zat pewarna batik itu berdasarkan laporan masyarakat, bukan penyelidikan langsung di lapangan. "Pelapornya berinisial 'JI' warga Pamekasan," kata dia.
Kasus dugaan pencemaran air sungai oleh zat pewarna batik itu terjadi pada 10 Juli 2023. Kala itu, aliran air sungai di Pamekasan berubah warna menjadi merah.
Baca juga: Pemkab Bogor bentuk posko pantau bersama pencemaran Sungai Cileungsi
Sebelumnya, hasil penyelidikan tim gabungan dari unsur Dinas Lingkungan Hidup, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Polres Pamekasan ditemukan acara campuran zat pewarna batik di air sungai yang berwarna merah itu.
Zat itu sengaja dibuang oleh warga yang bernama Maryamah ke Dam Sungai Desa Klampar hingga semua aliran sungai dari Desa Klampar menuju Pamekasan berubah warna menjadi merah.
Baca juga: Bupati Bogor minta BBWS turun tangan atasi pencemaran Sungai Cileungsi
"Akan tetapi, air sungai yang tercemar dan berubah warna menjadi merah tersebut tidak ditemukan adanya akibat atau dampak kerusakan yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan oleh si saudari Maryamah, sehingga penyelidikan kami hentikan," katanya.
Kesimpulan dari hasil perkara tim Reskrim Polres Pamekasan ini berbeda dengan hasil uji laboratorium yang dilakukan DLH Pemkab Pamekasan yang menyebutkan bahwa kandungan zat pewarna batik yang mencemari air sungai itu berbahaya bagi kesehatan dan bisa menyebabkan iritasi pada kulit.
Baca juga: DLH cek penyebab ikan mati di sungai Mukomuko
DLH bahkan sempat melarang warga mandi dan mencuci di sungai untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
"Dari sisi kandungan, memang zat pewarna batik yang mencemari sungai itu berbahaya, akan tetapi yang menjadi titik tim Polres Pamekasan pada unsur akibat. Jadi, tidak ada warga yang menjadi korban dan tidak ditemukan adanya kerusakan lingkungan," katanya.
Baca juga: DLH: Pencemar Bengawan Solo kebanyakan limbah domestik
Kendatipun demikian, Sugiharto mengimbau agar ke depan masyarakat tidak sembarangan membuang limbah industri batik ke sungai, karena bisa merugikan warga lain, karena sungai di Pamekasan masih digunakan warga untuk mandi dan mencuci.
"Penghentian penyelidikan ini setelah kami menggelar perkara atas kasus tersebut dan hasilnya tidak cukup bukti," kata Kasi Humas Polres Pamekasan, Inspektur Polisi Satu Sri Sugiharto, dalam keterangan pers yang disampaikan kepada media di Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Kamis.
Baca juga: Pj Gubernur Jabar: Banyak sekali pengaduan pencemaran sungai di Bekasi
Polres Pamekasan mendasari penyelidikan kasus dugaan pencemaran air sungai akibat limbah zat pewarna batik itu berdasarkan laporan masyarakat, bukan penyelidikan langsung di lapangan. "Pelapornya berinisial 'JI' warga Pamekasan," kata dia.
Kasus dugaan pencemaran air sungai oleh zat pewarna batik itu terjadi pada 10 Juli 2023. Kala itu, aliran air sungai di Pamekasan berubah warna menjadi merah.
Baca juga: Pemkab Bogor bentuk posko pantau bersama pencemaran Sungai Cileungsi
Sebelumnya, hasil penyelidikan tim gabungan dari unsur Dinas Lingkungan Hidup, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Polres Pamekasan ditemukan acara campuran zat pewarna batik di air sungai yang berwarna merah itu.
Zat itu sengaja dibuang oleh warga yang bernama Maryamah ke Dam Sungai Desa Klampar hingga semua aliran sungai dari Desa Klampar menuju Pamekasan berubah warna menjadi merah.
Baca juga: Bupati Bogor minta BBWS turun tangan atasi pencemaran Sungai Cileungsi
"Akan tetapi, air sungai yang tercemar dan berubah warna menjadi merah tersebut tidak ditemukan adanya akibat atau dampak kerusakan yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan oleh si saudari Maryamah, sehingga penyelidikan kami hentikan," katanya.
Kesimpulan dari hasil perkara tim Reskrim Polres Pamekasan ini berbeda dengan hasil uji laboratorium yang dilakukan DLH Pemkab Pamekasan yang menyebutkan bahwa kandungan zat pewarna batik yang mencemari air sungai itu berbahaya bagi kesehatan dan bisa menyebabkan iritasi pada kulit.
Baca juga: DLH cek penyebab ikan mati di sungai Mukomuko
DLH bahkan sempat melarang warga mandi dan mencuci di sungai untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
"Dari sisi kandungan, memang zat pewarna batik yang mencemari sungai itu berbahaya, akan tetapi yang menjadi titik tim Polres Pamekasan pada unsur akibat. Jadi, tidak ada warga yang menjadi korban dan tidak ditemukan adanya kerusakan lingkungan," katanya.
Baca juga: DLH: Pencemar Bengawan Solo kebanyakan limbah domestik
Kendatipun demikian, Sugiharto mengimbau agar ke depan masyarakat tidak sembarangan membuang limbah industri batik ke sungai, karena bisa merugikan warga lain, karena sungai di Pamekasan masih digunakan warga untuk mandi dan mencuci.
Pewarta: Abd Aziz
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2023
Tags: