Badung, Bali (ANTARA) - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebutkan infrastruktur bendungan menjadi salah satu solusi mengatasi potensi defisit air di Bali yang diperkirakan pada 2025 karena meningkatnya kebutuhan.

“Jadi masih perlu lagi bendungan untuk menghadapi kebutuhan demografi,” kata Basuki Hadimuljono di sela pertemuan konsultasi kedua jelang Forum Air Dunia (WWF) 2024 di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.

Ia mengungkapkan saat ini pemerintah sudah membangun 61 bendungan dan rencananya akan bertambah hingga menjadi total 300 bendungan di seluruh Indonesia.

Menteri PUPR menjelaskan bendungan masih diperlukan untuk menampung air dan tidak terbuang ke laut.

“Ini masih perlu tampungan yang lebih baik di NTT kami buat tujuh bendungan, di Bali kami buat tiga minimal yang saya ingat tapi yang eksisting juga lebih banyak,” katanya.

Saat ini, berdasarkan data Kementerian PUPR di Bali terdapat enam bendungan yakni Bendungan Titab di Kabupaten Buleleng dibangun pada 2011-2015 dengan kapasitas tampung sekitar 12,67 juta meter kubik, Bendungan Benel di Kabupaten Jembrana selesai 2010 dengan kapasitas sekitar 1,62 juta meter kubik.

Kemudian Bendungan Telaga Tunjung di Kabupaten Tabanan selesai pada 2007 dengan kapasitas sekitar 1,26 juta meter kubik, Bendungan Gerokgak di Kabupaten Buleleng selesai pada 1997 dengan kapasitas sekitar 2,5 juta meter kubik, dan Bendungan Palasari di Kabupaten Jembrana selesai pada 1989 dengan kapasitas sekitar 8 juta meter kubik.

Selain itu, ada juga Bendungan Tamblang yang masuk Program Strategis Nasional (PSN) dengan kapasitas tampung mencapai sekitar 5,1 juta meter kubik yang diresmikan pada 2 Februari 2023.

Satu lagi Bendungan Sidan yang dalam tahap konstruksi di Kabupaten Badung dengan volume tampung mencapai sekitar 3,8 juta meter kubik.

Sementara itu, berdasarkan data Status Daya Dukung Air Pulau Bali yang diunggah Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2021 menjelaskan status air berdasarkan infrastruktur sistem penyediaan air baku (SPAB).

Data itu menyebutkan pada 2025 status air di Bali diperkirakan menjadi defisit yang diakibatkan meningkatnya kebutuhan air di Pulau Dewata.

Ada pun pada 2021 kebutuhan air di Bali mencapai sebesar 5.951,92 liter per detik menjadi 7.991,29 liter per detik pada 2025.

Kondisi defisit air di Bali pada 2025 berpotensi terjadi jika kapasitas infrastruktur penyediaan air baku di Bali belum ada penambahan kapasitas.

Ada pun kebutuhan air di Bali pada 2021 mencapai 5951,92 liter per detik dan diperkirakan pada 2025 meningkat menjadi 7991,29 liter per detik.

Sedangkan ketersediaan air dari infrastruktur mencapai 6939,38 liter per detik atau defisit pada 2025.

Berdasarkan infrastruktur jaringan SPAB (sumur bor, pamdes, PDAM, dan sistem perpipaan lainnya), kabupaten di Bali pada 2025 yang diperkirakan mengalami defisit yakni Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, dan Denpasar.

Tingginya kebutuhan air itu disebabkan karena kepadatan penduduk dan aktivitas pariwisata yang tinggi.

Baca juga: Pemprov Bali tidak ingin tergesa-gesa batasi penggunaan air tanah
Baca juga: Forum Air Dunia 2024 di Bali usung kolaborasi demi sejahtera bersama
Baca juga: Menteri PUPR: Hasil Dialog tentang Air dukung Indonesia Emas 2045