Untuk tahapan antisipasi sebelum bencana, Abdul mengatakan BNPB saat ini menghimpun data melalui dua aplikasi, yakni InaRISK dan InaMHEWS.
Melalui aplikasi InaRISK, BNPB memetakan data seputar tingkat bahaya dan risiko suatu wilayah hingga rekomendasi aksi yang bersifat antisipatif. Sementara melalui aplikasi InaMHEWS, BNPB menghimpun data terkait prakiraan cuaca serta peringatan dini akan terjadinya bencana.
Baca juga: BNPB dorong Pemda bentuk kluster logistik guna perkuat koordinasi
Dari pengalaman sebelumnya, aplikasi InaRISK telah lebih dulu memetakan titik-titik rawan gempa di Kabupaten Cianjur sebelum gempa besar yang terjadi pada bulan November 2022.
Berkat himpunan data itu, pihaknya bersama pemerintah Kabupaten Cianjur berhasil membentuk 145 Desa Tangguh Bencana serta melakukan simulasi dalam menghadapi gempa di Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) sebagai langkah antisipasi.
"Dari setiap bencana, termasuk di Kabupaten Cianjur, BNPB terus berupaya menyempurnakan manajemen data seputar kebencanaan, termasuk mendata jumlah logistik yang dimiliki dan diterima daerah dengan riwayat bencana sehingga kalau terjadi bencana serupa di tempat lain, kita bisa lebih tanggap," ujarnya.
Upaya tersebut terlihat melalui pengembangan Portal Satu Data Bencana Indonesia yang menghimpun sekaligus menyimpan berbagai data bencana di dalam situs website untuk kepentingan interoperabilitas data.
"Portal Satu Data Bencana Indonesia menjadi ikhtiar BNPB agar semakin bersiap menghadapi risiko bencana sekaligus turunan dari arahan strategis Satu Data Indonesia sesuai dengan Perpres No. 39 tahun 2019," kata Abdul.
Baca juga: BNPB: Sembilan hektare lahan terbakar di Sragen dipadamkan
Baca juga: BNPB paparkan peningkatan bencana di Jatim, pemda perlu antisipasi