Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Masyayikh Abdul Ghofarrozin menyatakan pondok pesantren harus memiliki mekanisme pengawasan internal yang kuat untuk meminimalisir kasus kekerasan di dalam institusi pendidikan berciri khas Islam tersebut.

"Hal ini penting karena sejauh ini laporan kekerasan di pesantren masih cukup banyak," ujar Abdul dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Abdul mengatakan kasus kekerasan dalam institusi berlabel agama telah terjadi di lingkup lembaga pendidikan Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, maupun Konghucu.

Kasus kekerasan yang paling sering dilaporkan adalah kekerasan seksual, disusul kekerasan fisik, dan kekerasan verbal atau ancaman.

Baca juga: Majelis Masyayikh: Pesantren harus punya standar mutu

Baca juga: Majelis Masyayikh uji publik dokumen standar mutu pesantren


Menurutnya, masalah ini harus menjadi perhatian bagi pengelola pesantren agar dapat melakukan langkah preventif yang diperlukan.

Saat ini Majelis Masyayikh tengah menyusun draf penjaminan mutu pesantren yang akan mengatur acuan mutu bagi penyelenggaraan pendidikan di pesantren.

Bagi dia, salah satu indikator pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang ramah anak tanpa ada kekerasan di dalamnya.

"Penguatan manajemen pesantren perlu didorong agar mekanisme pencegahan dapat dilakukan sebelum kasus-kasus terjadi," katanya.

Ia mengatakan pesantren sebelumnya telah berkomitmen mengembangkan lingkungan pendidikan yang bebas kekerasan dan tempat aman bagi para santri.

Hal tersebut kemudian diformalisasi dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

PMA ini kemudian didetailkan lagi dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4836 Tahun 2022 tentang Panduan Pendidikan Pesantren Ramah Anak.

Namun, beberapa kasus masih terjadi, seperti di Yayasan Pesantren Tahfiz Madani, Cibiru, Bandung dan Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.

"Terulangnya kasus-kasus ini harus disikapi dengan langkah pencegahan yang dilaksanakan oleh unit internal sebagai bagian dari mekanisme penjaminan mutu," kata dia.

Hal senada disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, Abdul Ghofur. Ia setuju bahwa pesantren harus menerapkan standar yang universal.

"Ini penting agar institusi ini tidak kehilangan kepercayaan masyarakat, menyusul beberapa peristiwa kasuistik yang terjadi," kata dia.

Gus Ghofur menjelaskan Majelis Masyayikh adalah lembaga yang merepresentasikan pondok pesantren, dan isinya berasal dari kalangan pesantren sendiri.

Dengan demikian mutu pesantren tidak didikte pemerintah, tetapi menggunakan ukuran yang telah disusun Majelis Masyayikh dengan tanpa mengesampingkan kekhasan yang sudah ada.*

Baca juga: Majelis Masyayikh berkomitmen tetap jaga keberagaman pesantren

Baca juga: Menag kukuhkan sembilan kiai sebagai Majelis Masyayikh