"Memang ini mayoritas diinginkan merupakan harapan dari kalangan umat Buddha agar Chattra dipasang," ujar dia di Magelang, Selasa.
Ia mengatakan umat Buddha meyakini bahwa pemasangan Chattra ibarat sebuah kepala yang akan melengkapi tubuh. Kelengkapan tersebut akan menjadi suatu kesempurnaan dan keagungan Candi Borobudur.
Menurut dia, pemasangan Chattra di puncak stupa utama Candi Borobudur bagi para tokoh agama dan umat Buddha Indonesia memiliki makna filosofi sebagai objek persembahan surgawi dan sebagai pelindung.
"Umat Buddha sudah sangat lama merindukan terjadinya kesempurnaan di dalam stupa Candi Borobudur. Nah, melengkapi kesempurnaan itu dengan memasang Chattra," kata dia.
Baca juga: Kemenag libatkan BRIN soal pemasangan Chattra di Candi Borobudur
Terkait dengan masih adanya pro dan kontra dari para arkeolog dengan pemasangan Chattra itu, ia memandang hal tersebut perlu terus didiskusikan. Pendapat antara masing-masing pihak harus diakomodasi sehingga menemukan titik temu.Baca juga: Kemenag libatkan BRIN soal pemasangan Chattra di Candi Borobudur
Sejumlah arkeolog menganggap pemasangan Chattra tidak memenuhi kriteria rekonstruksi arkeologi, karena persentase kombinasi antara batu asli dengan batu yang baru.
Selain itu, mereka berpandangan bahwa Chattra bukanlah payung yang sebelumnya dipasang di puncak stupa utama Candi Borobudur.
"Perspektif umat Buddha juga harus diakomodir. Tidak boleh juga hanya semata pertimbangan arkeologi, tapi ada juga pertimbangan teologis, pertimbangan spiritualitas dari teman-teman Buddha," kata Wibowo.
Baca juga: Pemasangan Chattra di puncak stupa Borobudur tambah aura spiritualitas
Baca juga: Peneliti: Stupa berterawang hanya di Candi Borobudur
Baca juga: Pemasangan Chattra di puncak stupa Borobudur tambah aura spiritualitas
Baca juga: Peneliti: Stupa berterawang hanya di Candi Borobudur