Jakarta (ANTARA) - Ahli pemilu Said Salahudin mengatakan bahwa Bawaslu tak boleh membatasi ruang gerak partai politik untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

"Kegiatan sosialisasi tidak menjadi bagian dari tahapan penyelenggaraan pemilu," ujar Said dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, sosialisasi tidak boleh hanya dilihat dari sisi kepentingan parpol. Sosialisasi juga harus dilihat sebagai hak pemilih untuk mengenal, mempelajari, serta mempertimbangkan visi, misi, dan program parpol dan caleg.

Apabila hanya mengandalkan masa kampanye yang pendek, ia merasa waktunya sangat tidak memadai dan tidak realistis bagi pemilih untuk mempertimbangkan visi, misi, dan program dari belasan parpol dan puluhan ribu caleg yang kelak akan dipilih.

Adapun tahapan penyelenggaraan pemilu diatur secara khusus dalam ketentuan Pasal 167 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Kesebelas tahapan penyelenggaraan pemilu itu adalah perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu; pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; penetapan peserta pemilu; penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; dan pencalonan presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Baca juga: Bawaslu bersyukur penghitungan suara Pemilu 2024 tak jadi dua panel

Baca juga: Bawaslu gandeng TikTok cegah penyebaran hoaks jelang Pemilu 2024


Tahapan penyelenggaraan pemilu berikutnya adalah masa kampanye pemilu; masa tenang; pemungutan dan penghitungan suara; penetapan hasil pemilu; dan pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

"Dari uraian 11 tahapan di atas jelas tidak disebutkan adanya tahapan sosialisasi," jelas dia.

Lalu, diperbolehkan-nya kegiatan sosialisasi oleh KPU pun tidak dengan sendirinya membuat KPU menambahkan sosialisasi sebagai jenis tahapan baru dalam tahapan penyelenggaraan pemilu. Dalam PKPU yang mengatur kampanye, tahapan penyelenggaraan pemilu tetap berjumlah 11 tahapan.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, maka Bawaslu seharusnya memahami adanya yurisdiksi atau ruang lingkup yang menjadi batasan dari kewenangan mereka untuk menegakkan hukum pemilu.

Tak hanya itu, Bawaslu berwenang memproses pelanggaran administratif pemilu, tetapi perbuatan yang dapat ditindak oleh Bawaslu haruslah tindakan yang diduga melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme pemilu yang terjadi pada tahapan penyelenggaraan pemilu.

Penegasan tentang tahapan penyelenggaraan pemilu sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal Pasal 460 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menentukan, pelanggaran administratif pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.