Menlu AS, Rusia, Prancis akan bahas pengakhiran konflik Suriah
25 Mei 2013 07:56 WIB
Menlu Rusian Sergei Lavrov (kanan) dan Menlu AS John Kerry mengangkat tangannya saat konferensi pers bersama setelah pembicaraan di Moskow, Selasa (7/5). Menlu AS meminta bantuan Rusia dalam mengakhiri perang sipil di Suriah hari Selasa kemarin, menngatakan pada Presiden Vladimir Putin bahwa pandangan yang sama akan kestabilan di Timur Tengah dapat menjembatani perpecahan antara dua kekuatan besar. (REUTERS/Sergei Karpukhin)
Paris (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry akan melakukan pertemuan dengan mitra-mitranya dari Rusia dan Prancis di Paris pada hari Senin menjelang berlangsungnya konferensi internasional tentang upaya mengakhiri konflik Suriah, kata para pejabat.
Kerry dan Menlu Rusia Sergei Lavrov akan bertemu "untuk meneruskan pembahasan dari pertemuan mereka sebelumnya, hanya beberapa minggu lalu di Rusia, dan membawa informasi-informasi terbaru seperti yang mereka rencanakan menjelang konferensi internasional tentang Suriah," kata pejabat Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan, Jumat, lapor AFP.
Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius juga akan mengambil bagian dalam apa yang disebut sumber diplomatik Barat sebagai "tugas makan malam" di sebuah restoran di Paris.
Rusia pada Jumat mengatakan bahwa rezim Damaskus "secara prinsip" telah setuju untuk hadir pada konferensi perdamaian internasional soal konflik Suriah itu, yang diharapkan negara-negara berpengaruh akan berlangsung di Jenewa bulan Juni mendatang.
Sementara itu, kelompok oposisi utama Suriah telah memasuki hari kedua rangkaian pembicaraan yang ditujukan untuk menemukan pendekatan bagi dorongan perdamaian oleh Rusia dan AS --yaitu agar semua pihak dapat berpartisipasi dalam pembicaraan internasional yang disebut dengan "Geneva 2".
Menyusul pengumuman yang dilakukan oleh Rusia, pihak oposisi mendesak pemerintahan Assad untuk berbicara tentang apakah mereka akan mengambil bagian dalam konferensi.
"Pertemuan (Senin) ini akan menghadirkan langkah lainnya menuju pelaksanaan konferensi, namun perlu ada kejelasan menyangkut delegasi-delegasi Suriah dan mandat yang akan diberikan kepada mereka," kata seorang sumber diplomatik.
"Moskow, misalnya, harus memberikan penjelasan mengenai persetujuan "secara prinsip" yang diberikan oleh Damaskus."
Pertemuan pertama di Jenewa pada Juni tahun lalu berakhir dengan kesepakatan luas yang ditujukan untuk membentuk pemerintahan peralihan di Suriah dan memperkenalkan gencatan senjata yang berlaku dalam waktu panjang.
Namun, kesepakatan itu tidak pernah diterapkan karena adanya ketidaksepakatan soal peran apa yang akan dimiliki Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam pemerintahan baru.
Kesepakatan juga tidak berhasil diterapkan karena tidak adanya keputusan dari kedua belah pihak di Suriah --pihak pemerintah dan oposisi-- untuk meletakkan senjata.
Konferensi perdamaian yang diusulkan itu, yang menurut laporan sejumlah media telah dijadwalkan akan berlangsung pada 10 Juni, ditujukan untuk mengakhiri pertumpahan darah yang telah berlangsung lebih dari dua tahun di Suriah dan telah menewaskan 90.000 orang.
Konferensi itu diusulkan secara bersama-sama oleh Rusia --pendukung utama Assad-- dan Amerika Serikat, yang mendukung para pemberontak melancarkan perlawanan untuk menggulingkan Assad. (T008/M014)
Kerry dan Menlu Rusia Sergei Lavrov akan bertemu "untuk meneruskan pembahasan dari pertemuan mereka sebelumnya, hanya beberapa minggu lalu di Rusia, dan membawa informasi-informasi terbaru seperti yang mereka rencanakan menjelang konferensi internasional tentang Suriah," kata pejabat Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan, Jumat, lapor AFP.
Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius juga akan mengambil bagian dalam apa yang disebut sumber diplomatik Barat sebagai "tugas makan malam" di sebuah restoran di Paris.
Rusia pada Jumat mengatakan bahwa rezim Damaskus "secara prinsip" telah setuju untuk hadir pada konferensi perdamaian internasional soal konflik Suriah itu, yang diharapkan negara-negara berpengaruh akan berlangsung di Jenewa bulan Juni mendatang.
Sementara itu, kelompok oposisi utama Suriah telah memasuki hari kedua rangkaian pembicaraan yang ditujukan untuk menemukan pendekatan bagi dorongan perdamaian oleh Rusia dan AS --yaitu agar semua pihak dapat berpartisipasi dalam pembicaraan internasional yang disebut dengan "Geneva 2".
Menyusul pengumuman yang dilakukan oleh Rusia, pihak oposisi mendesak pemerintahan Assad untuk berbicara tentang apakah mereka akan mengambil bagian dalam konferensi.
"Pertemuan (Senin) ini akan menghadirkan langkah lainnya menuju pelaksanaan konferensi, namun perlu ada kejelasan menyangkut delegasi-delegasi Suriah dan mandat yang akan diberikan kepada mereka," kata seorang sumber diplomatik.
"Moskow, misalnya, harus memberikan penjelasan mengenai persetujuan "secara prinsip" yang diberikan oleh Damaskus."
Pertemuan pertama di Jenewa pada Juni tahun lalu berakhir dengan kesepakatan luas yang ditujukan untuk membentuk pemerintahan peralihan di Suriah dan memperkenalkan gencatan senjata yang berlaku dalam waktu panjang.
Namun, kesepakatan itu tidak pernah diterapkan karena adanya ketidaksepakatan soal peran apa yang akan dimiliki Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam pemerintahan baru.
Kesepakatan juga tidak berhasil diterapkan karena tidak adanya keputusan dari kedua belah pihak di Suriah --pihak pemerintah dan oposisi-- untuk meletakkan senjata.
Konferensi perdamaian yang diusulkan itu, yang menurut laporan sejumlah media telah dijadwalkan akan berlangsung pada 10 Juni, ditujukan untuk mengakhiri pertumpahan darah yang telah berlangsung lebih dari dua tahun di Suriah dan telah menewaskan 90.000 orang.
Konferensi itu diusulkan secara bersama-sama oleh Rusia --pendukung utama Assad-- dan Amerika Serikat, yang mendukung para pemberontak melancarkan perlawanan untuk menggulingkan Assad. (T008/M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013
Tags: