Jakarta (ANTARA) - Kementerian Ketenagakerjaan bersama Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia membahas digitalisasi sektor perbankan agar dapat mewujudkan iklim ketenagakerjaan yang kondusif.

Menaker Ida Fauziyah dalam keterangannya di Jakarta, Senin mengatakan era digitalisasi di dunia perbankan memberikan dampak pada jabatan seperti teller dan front office.

Namun pada implementasinya, tidak serta merta dilakukan rekrutmen pada jenis jabatan teller dan front office, dan peningkatan rekrutmen pada jenis jabatan teknologi informasi.

"Industri perbankan harus menyiapkan diri menghadapi era digitalisasi agar dapat menjaga kualitas layanan nasabah dan mewujudkan iklim ketenagakerjaan yang kondusif," kata Ida Fauziyah saat menerima audiensi pengurus Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia.

Menurut dia, digitalisasi merupakan sebuah keniscayaan bagi dunia usaha termasuk industri perbankan. Karena digitalisasi yang diterapkan secara berkelanjutan di industri perbankan dapat menjaga semangat peningkatan layanan bagi para nasabahnya.

"Peningkatan layanan tersebut selain didorong melalui pengelolaan manajemen perusahaan yang baik, juga harus didorong oleh hubungan kemitraan yang baik di perusahaan antara pengusaha dengan para pekerja/buruh," ujarnya.

Dampak digilitasi ini, kata dia, Kemnaker memproyeksikan sekitar 23 juta pekerjaan akan hilang terdampak digitalisasi hingga 2030. Sehingga tenaga kerja perlu program skiling, reskilling dan up-skilling.

"Meski ada 23 juta pekerjaan yang hilang, Kemnaker juga memproyeksikan akan muncul 27-46 juta pekerjaan baru sebagai dampak digitalisasi hingga 2030," demikian Ida Fauziyah.

Baca juga: Sekjen Kemenaker paparkan tantangan ketenagakerjaan era kekinian

Baca juga: Kemnaker minta mahasiswa kembangkan kompetensi hadapi pasar kerja

Baca juga: Menaker paparkan pembenahan tata kelola penempatan pekerja migran RI