Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendukung penerapan prinsip resiprokal dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang memperbolehkan TNI-Polri menduduki jabatan tertentu ASN di instansi pusat, sesuai Pasal 20 ayat 2 UU ASN yang disahkan 3 Oktober 2023.

Meski begitu, Bambang memberikan catatan terkait alih status tersebut supaya ada aturan jelas dan tegas agar tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

“Dengan catatan, aturan soal alih status ASN harus jelas dan tegas. Tidak bisa anggota TNI-Polri masuk ke struktur pemerintahan tetapi masih membawa status dan pangkat TNI-Polri,” ujar Bambang kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Bambang menjelaskan UU ASN ini tidak hanya berlaku untuk TNI-Polri bisa alih status, tapi juga harus sebaliknya, ASN bisa mengisi jabatan tertentu di TNI-Polri.

Dengan demikian, UU ASN tersebut akan membuat perubahan tata kelola pemerintahan yang sangat radikal.

“Undang-undang tersebut dampaknya sangat besar dan akan menghapus dikotomi sipil- militer yang selama ini terjadi. Harapannya memang ke arah lebih baik untuk membangun profesionalisme ASN di masa depan,” ujarnya.

Menurut Bambang, implementasi UU ASN tersebut memang tidak akan langsung, karena perlu waktu mengubah struktur dan sistem yang sudah terlaksana selama ini. Selain itu, juga memerlukan petunjuk pelaksanaan (juklak) baik berupa peraturan pemerintah maupun revisi undang-undan terkait.

Hal ini mengingat prasyarat bahwa jabatan-jabatan di TNI-Polri adalah jabatan karir. Demikian juga aturan alih fungsi menjadi birokrat atau sebaliknya.

Baca juga: Menpan RB: ASN bisa duduki jabatan di TNI atau Polri

Baca juga: Wakil Ketua Komisi II DPR: UU ASN akhiri kesenjangan


Oleh karena itu, kata Bambang, aturan soal alih status ASN harus jelas dan tegas. Kalau tidak, hal ini sama dengan mengulang cara-cara di Orde Baru.

“Kalau pengisian jabatan sipil oleh personel TNI-Polri tanpa alih status lebih dulu, dampaknya hanya akan mengulang cara-cara Orde Baru sekadar bagi-bagi kekuasaan dan akan menjauh dari semangat membangun profesionalisme birokrasi,” ujarnya.

Untuk menindaklanjuti UU ASN 2023 itu, kata Bambang, juga perlu merevisi UU Polri, karena kalau tidak dilakukan perubahan aturan terkait alih status anggota Polri yang masuk dalam pemerintahan akan memunculkan dualisme status dan berpotensi mengganggu kaderisasi dan karir PNS di pemerintah.

Selain itu, anggota Polri yang beralih status menjadi PNS harus tunduk pada di bawah aturan komite ASN. Bukan lagi kalau mendapat masalah kemudian bisa kembali lagi ke Polri atau berlindung di bawah aturan-aturan Polri.

“Misalnya berlindung pada KKEP Polri bila menyangkut pelanggaran etik dan disiplin,” kata Bambang.

Sebelumnya, Selasa (3/10), Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN) menjadi undang-undang.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas mengatakan UU ASN yang baru menerapkan konsep resiprokal dengan TNI dan Polri.

Dengan prinsip tersebut, nantinya ASN bisa menduduki jabatan di institusi Polri. Begitu juga sebaliknya anggota TNI-Polri bisa menduduki jabatan ASN.