Jakarta (ANTARA) - Kepala Sekretariat Interim Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Ristika Putri Istanti menyatakan penggunaan fesyen ramah lingkungan (Eco-fashion) menjadi salah satu kontribusi yang bisa dilakukan untuk mencegah dampak perubahan iklim.

"Eco-fashion sendiri merupakan produk yang berusaha meminimalkan dampak terhadap lingkungan," kata dia dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Minggu.

Perubahan iklim yang terjadi dalam 200 tahun terakhir mengakibatkan berbagai bencana alam, salah satunya kebakaran hutan dan gambut yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Sumatera dan Kalimantan.

IndustrI fast fashion atau istilah yang digunakan oleh industri tekstil dengan berbagai model fesyen yang silih berganti dalam waktu singkat, menurutnya, bertanggungjawab terhadap peningkatan 10 persen dari total emisi karbon dunia, bahkan diperkirakan akan mengalami peningkatan sampai 50 persen pada 2030.

"Sebagai langkah untuk berkontribusi mencegah dampak perubahan iklim semakin parah, salah satunya adalah dengan menerapkan fesyen ramah lingkungan," kata dia.

Baca juga: LTKL kampanyekan Bangga Buatan Indonesia lewat Parade Berkain Lokal

Menurutnya, hal itu dapat diwujudkan dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam seperti kapas organik, kain yang lama dan dapat di daur ulang, dan pewarna nabati.

Pengembangan fesyen ramah lingkungan, khususnya pengembangan pewarna nabati dari bahan alami dinilainya sangat mungkin dilakukan dan dapat menjadi potensi ekonomi yang luar biasa mengingat Indonesia merupakan rumah bagi salah satu keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

Oleh karenanya, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) bersama dengan orang muda, kata dia, berupaya mengajak masyarakat untuk mendorong fesyen ramah lingkungan lewat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerah melalui kegiatan “Parade Berkain Lokal Lestari”.

Mengambil momentum hari bebas kendaraan bermotor, LTKL berupaya meningkatkan penetrasi produk lokal dengan menggugah kesadaran masyarakat untuk turut mendukung jalannya ekonomi lestari secara berkelanjutan.

Salah satu contoh produk lokal yang terus diupayakan untuk semakin dikenal oleh masyarakat yaitu Kain Gambo Muba asal Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, yang memanfaatkan getah gambir sebagai pewarna alaminya.

Pewarnaannya, kata Ristika, menggunakan teknik ikat jumputan yang mampu menghasilkan aneka warna seperti cokelat, hitam, kuning, serta kehijauan yang alami dan menawan.

Produk lokal lainnya yang juga turut diparadekan yakni Tenun Ikat Sintang asli Suku Dayak dan anyaman pandan khas kabupaten siak.

"Parade ini adalah sebuah inisiatif orang muda untuk menggaungkan semangat dukungan terhadap produk lokal dan fesyen ramah lingkungan sambil mengkampanyekan wastra nusantara dan produk lokal lestari," ujarnya.

Baca juga: LTKL promosikan produk UMKM kabupaten di ajang JDW 2023
Baca juga: Banyuwangi dorong tumbuhnya industri fesyen ramah lingkungan