Jakarta (ANTARA) - Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa mengatakan pengurangan emisi gas rumah kaca harus dipercepat agar planet Bumi bisa selamat dari ancaman perubahan iklim. "Itu situasi yang kita hadapi dan perlu menjadi perhatian kita semua," ujarnya dalam seminar pendanaan berkelanjutan untuk transisi energi di Kampus Salemba Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat.

Badan Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) melaporkan temperatur suhu Bumi mengalami peningkatan sebesar 1,75 derajat Celcius pada September 2023.

Angka itu menembus batas aman Persetujuan Paris yang hanya 1,5 derajat Celcius.

Meskipun rata-rata suhu Bumi pada Januari sampai September 2023 tercatat mengalami peningkatan 1,4 derajat Celcius di atas level dasar, yaitu temperatur saat revolusi industri, perubahan itu mengkhawatirkan dan harus disikapi dengan sangat serius.

"Perkiraan Badan Meteorologi Dunia bahwa kita akan tembus 1,5 derajat dalam lima tahun ke depan. Ini tidak ada pilihan lain bahwa kita harus mempercepat upaya memitigasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca," kata Mahawan yang menjabat sebagai CEO Environment Institute tersebut.

Lebih lanjut dia menyampaikan Indonesia harus turut berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca untuk menyelamatkan planet Bumi.

Di sektor kehutanan, semua pemangku kepentingan maupun masyarakat harus banyak menanam pohon dan mengendalikan kebakaran.

Sedangkan di sektor energi bisa dilakukan melalui transisi energi dari konvensional ke energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

Menurut Mahawan, transisi energi ke sumber yang ramah lingkungan membuat emission factor turun drastis dari sebelumnya 500 gram karbon dioksida per Kwh pada energi fosil menjadi hanya 15 gram karbon per Kwh pada energi baru terbarukan.

Dukungan investasi energi bersih sangat dibutuhkan untuk mempercepat transisi energi dan menghentikan laju pemanasan global.


Baca juga: Jokowi tegaskan bursa karbon kontribusi Indonesia lawan krisis iklim Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Tri Edhi Budhi Soesilo mengatakan transisi energi tidak semudah membalikkan telapak tangan, sehingga butuh curah pendapat, curah pikiran, dan kesungguhan hati untuk tetap menyediakan energi ramah lingkungan yang diperlukan bagi bangsa Indonesia.

Pemerintah Indonesia melalui Persetujuan Paris menyatakan komitmennya untuk aksi iklim global. Komitmen itu tertuang dalam dokumen rencana jangka panjang rendah emisi atau LTS-LCCR tahun 2050.

Pada 2022, Indonesia juga telah menyampaikan enhanced NDC dengan target reduksi emisi 32 persen melalui kemampuan sendiri dan 43 persen melalui kerja sama internasional dalam komitmennya mencapai energi bersih tahun 2050 atau lebih cepat.

"Untuk angka persentase itu karena kita adalah perguruan tinggi, angka itu harus dikaji secara cermat karena boleh jadi angka itu muncul dengan berbagai asumsi. Apabila asumsi itu berubah tentu saja pencapaiannya tidak seperti yang diharapkan," kata Tri.

Indonesia punya potensi energi bersih yang melimpah mencapai 3.686 gigawatt, di antaranya panas bumi, matahari, hingga mikro hidro.

Indonesia terus mengoptimalkan industrialisasi energi bersih yang diperuntukkan untuk meningkatkan pangsa listrik, hidrogen sebagai substitusi gas, substitusi biomassa, dan penyebaran carbon capture and storage pada sektor industri.

Tri menambahkan bahwa peralihan energi fosil ke energi baru terbarukan perlu mendapatkan dukungan baik dari pendanaan yang besar maupun curah pikir dan teknologi.

"Oleh karena itu diperlukan mobilisasi semua sumber keuangan baik dari perusahaan privat maupun publik, termasuk publik swasta dan kemitraan bisnis ke bisnis untuk mendukung transisi energi menuju energi bersih," pungkasnya.

Baca juga: KLHK harap peningkatan produksi migas sejalan dengan pengurangan emisi
Baca juga: OJK maksimalkan peran sektor keuangan kurangi emisi karbon
Baca juga: Kemenko Marves susun rencana aksi pengurangan emisi sektor akomodasi