Jakarta (ANTARA) - Pra-kongres kebudayaan 2023 digelar dengan melibatkan para budayawan agar ikut memetakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang akan disahkan menjadi undang-undang pada tahun 2025 mendatang.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid menyampaikan kegiatan ini mengakomodasi seluruh organisasi kebudayaan dalam sebuah forum aspirasi untuk menyambut Kongres Kebudayaan yang akan digelar pada 24-27 Oktober 2023.

"Jadi kita ingin sebelum Kongres Kebudayaan nanti ada satu forum dimana kita bisa menangkap aspirasi, pemikiran, dan evaluasi, dari teman-teman terhadap pelaksanaan pemajuan kebudayaan selama ini," kata Hilmar di Jakarta, Jumat.

Hilmar menyebutkan forum ini dibentuk khusus untuk organisasi dan komunitas budaya demi menampung ide, gagasan, dan umpan balik, dari progres pemajuan kebudayaan.

"Kami (Kemendikbudristek) ingin tahu gimana sih kurangnya progres pemajuan kebudayaan itu, pasti ada kan. Jadi kami ingin sekali dapat semacam cermin untuk refleksi kita," ujarnya.

Ia menjelaskan selama ini ada dana Indonesiana yakni dana abadi kebudayaan yang dialokasikan khusus untuk pengembangan dan pemajuan kebudayaan sekitar Rp5 triliun setiap tahunnya.

Baca juga: Strategi Kebudayaan telah diserahkan kepada Presiden
"Dana Rp5 triliun ini dihabiskan untuk program apa saja, semua orang bisa terlibat dan mengakses. Itu kalau detail penggunaannya untuk proyek apa saja saya tidak memegang datanya, tetapi itu terbuka. Teman-teman bisa lihat, misalnya tahun 2020, 2021, digunakan untuk apa saja, mana saja yang dibiayai, mestinya ada informasi," papar Hilmar.

Ia menambahkan nilai positif dari dana abadi kebudayaan ini, apabila tidak habis dalam satu tahun, bisa dialokasikan kembali untuk tahun berikutnya, tidak seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mesti dikembalikan kepada negara.

"Dana abadi ini bukan tentang Rp5 triliun-nya, itu kan dana pokoknya. Hasil pengelolaannya yang kemudian bisa digunakan, saya enggak tahu persis angkanya mungkin 5-6 persen dari yang Rp5 trilun itu setiap tahun, dan kalau tidak habis, kalau APBN kan dikembalikan, kalau dia tidak habis, di-carry over ke tahun berikutnya," kata Hilmar.

Ia menyampaikan dana abadi kebudayaan ini jauh lebih leluasa penggunaannya, sehingga diharapkan dapat lebih jauh mengakomodasi kepentingan dari para pelaku budaya.

"Karena para pelaku budaya ini kan kalendernya tidak selalu sama dengan APBN, misalnya menari, ya memang ada waktunya di akhir tahun, tidak semua bisa ditarik mengikuti kalender pemerintah. Jadi skema ini jauh lebih akomodatif terhadap kepentingan para pelaku," ucap Hilmar Farid.

Baca juga: Pemerintah akan bentuk dana perwalian untuk kebudayaan
Baca juga: Presiden hadiri acara penyerahan Strategi Kebudayaan