Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk tidak mengambil tindakan apapun di Pulau Rempang, Kepulauan Riau sebelum semua hal bersih dan jelas (clean and clear). "Khususnya soal Rempang, kami minta Pemerintah untuk tidak melaksanakan apapun sebelum clean and clear," kata Ketua Tim Kasus Pulau Rempang MUI Muhammad Cholil Nafis dalam diskusi tentang Penyelesaian Kasus Pulau Rempang, yang diikuti di Jakarta, Jumat.

Cholil meminta pemangku kepentingan terkait untuk terlebih dahulu melakukan mediasi, dialog, atau persetujuan terhadap masyarakat Pulau Rempang, sebelum melakukan relokasi.

Dia menyebutkan relokasi diperbolehkan, asal dengan tetap menghormati kedaulatan masyarakat dan menghargai kearifan lokal yang telah terbentuk.

"Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengkomunikasikan semua hal yang akan terjadi kepada masyarakat dengan baik," ujarnya yang merupakan Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah itu.

Meski demikian, Cholil menegaskan pihaknya tidak anti terhadap investasi. MUI justru mendukung segala macam upaya pemerintah dalam meningkatkan ekonomi negara, termasuk di antaranya investasi.

Namun, sambungnya, seluruh investasi yang dilakukan hendaknya tidak menghilangkan kedaulatan negara, masyarakat, serta kesejahteraannya.

Dia meminta kepada seluruh pemangku kepentingan terkait agar melakukan proyek investasi dengan baik, termasuk dalam memberikan kompensasi dan dengan prosedur yang benar.

Baca juga: Tim bantuan hukum ajukan penangguhan penahanan 30 warga Rempang

Sebelumnya, Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPBB) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) Irfan Syakir Widyasa mengatakan proyek pengembangan investasi di Pulau Rempang ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat luas.

"Karena yang dibangun di Rempang itu adalah untuk kesejahteraan masyarakat luas, baik itu tenaga kerjanya kemudian juga masyarakat yang ada di sana juga sebetulnya diberikan kompensasi yang besar," kata Irfan pada Rabu (4/10).

Dia menerangkan hambatan yang sempat dihadapi saat pengembangan investasi di Pulau Rempang disebabkan oleh penyampaian informasi kepada masyarakat yang belum maksimal hingga adanya kepentingan politik dan negara asing yang terlibat.

"Selama ini karena informasi yang mungkin belum sampai karena juga memang kepentingannya banyak sekali selain ada pilwalkot, pilgub, pilpres tapi rupanya investasi yang masuk ini kan juga diinginkan oleh negara lain," tutur Irfan Syakir Widyasa.

Baca juga: BP Batam jelaskan soal Hak Pengelolaan Lahan kawasan Rempang

Baca juga: Bahlil: Jokowi minta PSN selesai di semester pertama 2024