Legislator: Freeport abaikan keselamatan pekerja
22 Mei 2013 13:58 WIB
Evakuasi Korban Freeport Tim penyelamat menggunakan 'ground support split set dan welded mesh' untuk mencegah reruntuhan batu sehingga mereka bisa melaksanakan upaya penyelamatan sejumlah pekerja yang masih terjebak ruang bawah tanah yang runtuh di arena Big Gossen, tambang PT Freeport Indonesia, di Timika, papua, Jumat (17/5). (ANTARA FOTO/dok.PT Freeport Indonesia/SP)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz menyatakan PT Freeport Indonesia mengabaikan keselamatan kerja sehingga menyebabkan 38 pekerjanya menjadi korban longsor terowongan di perusahaan tambang itu.
Irgan di Jakarta, Rabu, mengatakan pihak perusahaan membiarkan para karyawan mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas K3 (Kesehatan dan Kesehatan Kerja) di ruang kelas bawah tanah area terowongan Big Gossan, Mimika, Papua, yang runtuh pada Selasa (14/5) lalu.
"Ruang kelas bawah tanah di terowongan itu runtuh sehingga 38 pekerjanya menjadi korban, sebagian ada yang meninggal, dievakuasi ke rumah sakit, dan ada yang masih tertimbun reruntuhan," katanya.
Ia menegaskan banyaknya korban tersebut membuktikan perusahaan tidak mempertimbangkan kewajiban faktor K3 yang seharusnya menjadi prioritas.
Kondisi ruang bawah tanah tidak layak digunakan, ujar pimpinan Komisi DPR yang antara lain membidangi pengawasan ketenagakerjaan itu.
Irgan yang berasal dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan ruang bawah tanah seperti itu tidak seharusnya difungsikan untuk kegiatan apapun termasuk sebagai sarana pelatihan, karena sewaktu-waktu dapat longsor dan runtuh, menimbulkan kerugian besar keselamatan kerja.
"Kenapa tidak ditutup sejak lama sekaligus dinyatakan bahwa ruangan itu terlarang untuk aktivitas pekerja," katanya menyesalkan.
Ia menilai perusahaan tambang internasional asal AS itu tidak berhati-hati mengantisipasi aspek K3 terhadap karyawannya.
Komisi IX DPR, kata Irgan, berharap pemerintah secepatnya tanggap membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus itu.
"Jika ada fakta-fakta untuk dilanjutkan secara hukum maka Freeport harus bertanggung jawab menghadapi konsekuensi hukum, di samping menetapkan ganti rugi dan santunan bagi para korban dan keluarganya," katanya.
Irgan di Jakarta, Rabu, mengatakan pihak perusahaan membiarkan para karyawan mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas K3 (Kesehatan dan Kesehatan Kerja) di ruang kelas bawah tanah area terowongan Big Gossan, Mimika, Papua, yang runtuh pada Selasa (14/5) lalu.
"Ruang kelas bawah tanah di terowongan itu runtuh sehingga 38 pekerjanya menjadi korban, sebagian ada yang meninggal, dievakuasi ke rumah sakit, dan ada yang masih tertimbun reruntuhan," katanya.
Ia menegaskan banyaknya korban tersebut membuktikan perusahaan tidak mempertimbangkan kewajiban faktor K3 yang seharusnya menjadi prioritas.
Kondisi ruang bawah tanah tidak layak digunakan, ujar pimpinan Komisi DPR yang antara lain membidangi pengawasan ketenagakerjaan itu.
Irgan yang berasal dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan ruang bawah tanah seperti itu tidak seharusnya difungsikan untuk kegiatan apapun termasuk sebagai sarana pelatihan, karena sewaktu-waktu dapat longsor dan runtuh, menimbulkan kerugian besar keselamatan kerja.
"Kenapa tidak ditutup sejak lama sekaligus dinyatakan bahwa ruangan itu terlarang untuk aktivitas pekerja," katanya menyesalkan.
Ia menilai perusahaan tambang internasional asal AS itu tidak berhati-hati mengantisipasi aspek K3 terhadap karyawannya.
Komisi IX DPR, kata Irgan, berharap pemerintah secepatnya tanggap membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus itu.
"Jika ada fakta-fakta untuk dilanjutkan secara hukum maka Freeport harus bertanggung jawab menghadapi konsekuensi hukum, di samping menetapkan ganti rugi dan santunan bagi para korban dan keluarganya," katanya.
Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013
Tags: