Jakarta (ANTARA) - Pakar gizi komunitas lulusan Universitas Indonesia Dr Tan Shot Yen mengatakan salah satu dampak suami yang merokok yakni istri melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah akibat tidak mendapat oksigen cukup.


Masalahnya di sini, sambung dia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis bukan tentang nikotin, bau, atau perokok pasif tetapi soal asap yang dihasilkan baik itu rokok, cerutu, ataupun vape.
"Asap itu mengandung zat karbon monoksida atau CO. Gas CO itu kalau diikat oleh sel darah merah, itu ikatannya 200 kali lipat lebih kuat daripada sel darah merah mengikat oksigen," kata Tan Shot Yen.

Baca juga: BKKBN: Bayi prematur dan berat rendah berisiko tinggi terkena stunting

Padahal, imbuh dia, bayi untuk tumbuh atau anak untuk hidup membutuhkan oksigen. Oleh karena itu, istri yang memiliki suami seorang perokok bisa melahirkan bayi dengan berat lahir rendah atau BBLR akibat dia tidak mendapatkan oksigen cukup selama dalam kandungan.

"Apalagi lebih sedih lagi, ada yang bilang ke saya sudah tiga kali ke puskesmas, satu ke spesialis anak, tetapi kenapa kalau tidur masih grok grok. Saya nembaknya gampang, 'ada perokok di rumah? Iya, bapaknya'," ujar Tan Shot Yen.

Bayi yang berat lahirnya rendah diketahui bisa berisiko mengalami gangguan perkembangan fisik, pertumbuhan yang terhambat dan perkembangan mental yang akan berpengaruh pada masa mendatang.

Baca juga: Angka bayi dengan berat badan lahir rendah di DKI Jakarta meningkat
Dia berpendapat, terkadang perlu untuk menyentil masyarakat dengan isu-isu yang kelihatannya agak kejam, menakutkan seperti halnya usia harapan hidup perokok, masalah kesehatan yang bisa dialami perokok seperti stroke dan serangan jantung, serta hal lainnya.

Di sisi lain, dia juga mengingatkan perlunya calon ayah dan ibu memiliki pemahaman terkait kondisi kesehatan sebelum terjadi kehamilan atau prakonsepsi.

"Peconception jauh lebih penting daripada pre-wedding. Pre-conception adalah pemahaman calon orangtua untuk memahami bahwa my child deserves the best," demikian kata dia.

Baca juga: Bayi prematur sumbang stunting terbesar jika penanganan tak tepat