Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, M. Jusuf Kalla, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membeli sendiri pesawat kepresidenan, tetapi meminta PT Garuda Indonesia untuk bisa menyiapkan pesawat kepresidenan dengan harga sewa yang lebih murah. "Pemerintah tak mau beli, hanya minta ke PT Garuda atau Pelita untuk menyiapkan yang lebih murah," kata Wapres di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya (DPP Golkar) di Jakarta, Jumat. Wacana pembelian pesawat kepresidenan muncul menyusul retaknya kaca kokpit pesawat Fokker 28 milik TNI Angkatan Udara (AU) yang digunakan Wapres saat melakukan kunjungan kerja ke Medan, Sumatera Utara, belum lama ini. Sebelumnya, pesawat yang sama juga mengalami kerusakan pada box gear roda belakang pada saat digunakan Wapres saat menuju ke Denpasar, Bali. Akibatnya, Wapres terpaksa kembali ke Lapangan Udara (Lanud) Halim Perdana Kusuma. "Yang beli itu nanti bukan pemerintah, tetapi PT Garuda atau Pelita," kata Wapres. Wapres pun menjelaskan, selama ini pesawat yang digunakan oleh Presiden dan Wapres adalah milik PT Garuda, PT Pelita Air Service atau TNI Angkatan Udara (TNI-AU), sehingga pemerintah hanya menyewa dari mereka. Pesawat yang digunakan tersebut, tambah Wapres, juga digunakan sejak zaman Presiden Soeharto. "Untuk dalam negeri, kita pakai RJ85 yang memiliki jarak tempuh pendek sekitar dua jam saja. Jadi, kalau mau ke Papua harus singgah dulu. Selain itu, ada Fokker 28 dan Boeing 737-200 yang sudah berumur lebih dari 30 tahun," kata Wapres. Padahal, Departemen Perhubungan sudah melarang maskapai penerbangan, agar tidak menggunakan pesawat yang berumur lebih dari 30 tahun, dan pesawat yang telah memiliki jam terbang lebih dari 75.000 jam. "Nah, Fokker 28 atau Boeing 737-200 yang dipakai ini sudah melebihi semua ketentuan itu, dan sudah tak ada lagi yang beroperasi," kata Wapres. Sementara itu, menurut Wapres, untuk perjalanan keluar negeri selama ini menggunakan Air Bus A 330, yang sebenarnya memiliki kapasitas 350 penumpang, tetapi untuk keperluan kenegaraan tersebut diubah menjadi berkapasitan sekitar 50 orang saja. Sebagai akibatnya, tambah Wapres, biaya perjalanan berdasarkan perhitungan jumlah tempat duduk penumpang (seat) menjadi dua kali lebih besar. "Jadi, kalau mau pergi lima hari, maka harus sewa 10 hari, karena dua hari sebelumnya harus dibongkar untuk menggubah seat-nya, dan nanti kembalinya juga dibongkar lagi," jelas Wapres. Untuk itu, pemerintah telah meminta kepada PT Garuda, agar bisa menyediakan pesawat berharga sewa lebih murah, dan yang lebih penting jangan sampai mengganggu jadwal penerbangan lainnya. Untuk pembelian pesawat tersebut, kata Wapres, pemerintah menyerahkan sepenuhnya keada pihak PT Garuda. Wapres juga menjelaskan bahwa untuk pembelian pesawat bisa dilakukan secara mengredit atau tidak dibayar tunai. Dalam dunia penerbangan, kata Wapres, hampir tidak ada maskapai yang membeli pesawat secara tunai, karena menerapkan leasing (sewa pakai) atau kredit. "Semua itu beli kredit, jadi biasa-biasa saja. Tapi, itu urusan Garuda-lah," demikian Wapres Jusuf Kalla. (*)