Pekanbaru, (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Provinsi Riau menahan mantan Direktur PT Bumi Siak Pusako (BSP) Zapin berinisial F yang diduga melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8 miliar lebih.

Kepala Kejari Pekanbaru, Asep Sontani Sunarya melalui pernyataannya, Selasa, menjelaskan untuk mempermudah proses penyidikan, terhadap F dilakukan penahanan. Dia dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru untuk 20 hari ke depan sejak Senin malam (2/10).

Sebelumnya telah dilakukan penetapan tersangka oleh tim penyidik Seksi Pidana Khusus (Pidsus) setelah gelar perkara. Dikatakan Asep, perkara yang diusut adalah dugaan korupsi kegiatan pembangunan pabrik "Marine Fuel Oil" (MFO) yang bersumber dari dana penyertaan modal badan usaha milik daerah PT BSP tahun anggaran 2016.

Dalam perkara itu, penyidik telah mengantongi hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara. "Terkait perkara ini, kami telah menerima laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau," kata Kajari.

Berdasarkan hasil penghitungan, kerugian keuangan negara terkait perkara ini sebesar Rp8.175.600.000.

Dijelaskannya, pada 2016 lalu F selaku Direktur PT BSP Zapin yang merupakan anak perusahaan PT BSP, berperan penting dalam persetujuan investasi untuk pembangunan pabrik MFO di Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) di Kabupaten Siak.

Salah satunya pembuatan Feasibility Study (studi kelayakan) sebagai dasar persetujuan investasi pada rapat umum pemegang saham (RUPS) dengan menggunakan data yang tidak benar.

"Sehingga disetujui investasi pembangunan pabrik MFO di KITB Siak yang belum memiliki AMDAL limbah B3 dan non B3," terangnya.

Selain PT BSP Zapin, ada sebuah anak perusahaan lagi yang berperan, yakni PT Zapin Energi Sejahtera (ZES). "Hingga hari ini pembangunan pabrik MFO tidak pernah terlaksana ataupun terealisasi dan dana investasi sebesar Rp8 miliar tersebut malah habis," tuturnya.

Atas perbuatannya, tersangka F dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.