APBI minta dilibatkan dalam pembahasan tarif di Pelabuhan Muara Berau
3 Oktober 2023 13:02 WIB
Sebuah kapal tongkang bermuatan batubara, Rabu (18/11/2019), melintasi perairan Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur. FOTO ANTARA/M Imron Rosyadi/hp/aa
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta kepada Kementerian Perhubungan agar melibatkan pihaknya sebagai pengguna jasa, dalam pembahasan rekomendasi usulan tarif jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Muara Berau Samarinda, Kalimantan Timur.
"APBI sudah mengajukan surat permohonan ke Kementerian Perhubungan agar merevisi PM No.121 Tahun 2018 dengan mencantumkan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia sebagai salah satu pengguna jasa yang wajib dilibatkan dalam pembahasan usulan tarif jasa kepelabuhanan," kata Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Pandu mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah mengirim surat kepada Menteri Perhubungan perihal permohonan agar pemerintah mengkaji kembali tarif jasa kepelabuhanan yang telah ditetapkan serta melibatkan APBI sebagai pihak pengguna jasa dalam pembahasan rekomendasi usulan tarif jasa kepelabuhanan.
"APBI menyampaikan bahwa akan sangat bijak jika pemerintah mengkaji kembali tarif tersebut dengan berpegang pada prinsip keadilan agar pengguna jasa tidak dirugikan dan kepentingan negara dalam hal ini kelancaran ekspor dan pasokan PLN tidak terganggu oleh penetapan tarif baru ini," ujar Pandu.
Sebagai mitra, kata Pandu, APBI senantiasa mendukung pemerintah dalam memperlancar aktifitas ekspor untuk penerimaan negara serta pasokan ke PLN untuk ketahanan energi nasional.
Sebelumnya, APBI menyampaikan keberatan atas pengenaan tarif baru jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Muara Berau.
Menurut Pandu, penetapan usulan tarif jasa kepelabuhanan oleh PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di pelabuhan alih muat (transshipment) Muara Berau yang berlaku per 1 Oktober 2023, berpotensi menghambat kelancaran ekspor dan pasokan batu bara ke PLN.
"Tarif yang ditetapkan sepihak tanpa mempertimbangkan masukan dari para pihak yang terdampak seperti penambang dalam kapasitas sebagai shipper, perusahaan penyewaan floating crane (FC) dan floating loading facility (FLF) serta perusahaan bongkar muat (PBM)," katanya.
Pandu mengungkapkan ada sekitar 20 perusahaan anggota APBI (shipper) beroperasi di Muara Berau yang keberatan dengan tarif yang menambah beban biaya yang belum disepakati oleh pihak shipper. Perusahaan anggota APBI bukan hanya mengirim batu bara dari Muara Berau untuk ekspor tetapi juga untuk domestik.
"Usulan dan rekomendasi dari APBI tidak dipertimbangkan antara lain karena di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.PM 121 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No.PM 72 Tahun 2017 tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhanan di Pasal 18 ayat (1) huruf b (2), APBI tidak termasuk sebagai pihak pengguna jasa," ujar Pandu Sjahrir.
Baca juga: APBI: Tarif Pelabuhan Muara Berau bisa hambat pengapalan batu bara
Baca juga: Kemenhub sepakati konsesi dengan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara
"APBI sudah mengajukan surat permohonan ke Kementerian Perhubungan agar merevisi PM No.121 Tahun 2018 dengan mencantumkan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia sebagai salah satu pengguna jasa yang wajib dilibatkan dalam pembahasan usulan tarif jasa kepelabuhanan," kata Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Pandu mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah mengirim surat kepada Menteri Perhubungan perihal permohonan agar pemerintah mengkaji kembali tarif jasa kepelabuhanan yang telah ditetapkan serta melibatkan APBI sebagai pihak pengguna jasa dalam pembahasan rekomendasi usulan tarif jasa kepelabuhanan.
"APBI menyampaikan bahwa akan sangat bijak jika pemerintah mengkaji kembali tarif tersebut dengan berpegang pada prinsip keadilan agar pengguna jasa tidak dirugikan dan kepentingan negara dalam hal ini kelancaran ekspor dan pasokan PLN tidak terganggu oleh penetapan tarif baru ini," ujar Pandu.
Sebagai mitra, kata Pandu, APBI senantiasa mendukung pemerintah dalam memperlancar aktifitas ekspor untuk penerimaan negara serta pasokan ke PLN untuk ketahanan energi nasional.
Sebelumnya, APBI menyampaikan keberatan atas pengenaan tarif baru jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Muara Berau.
Menurut Pandu, penetapan usulan tarif jasa kepelabuhanan oleh PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di pelabuhan alih muat (transshipment) Muara Berau yang berlaku per 1 Oktober 2023, berpotensi menghambat kelancaran ekspor dan pasokan batu bara ke PLN.
"Tarif yang ditetapkan sepihak tanpa mempertimbangkan masukan dari para pihak yang terdampak seperti penambang dalam kapasitas sebagai shipper, perusahaan penyewaan floating crane (FC) dan floating loading facility (FLF) serta perusahaan bongkar muat (PBM)," katanya.
Pandu mengungkapkan ada sekitar 20 perusahaan anggota APBI (shipper) beroperasi di Muara Berau yang keberatan dengan tarif yang menambah beban biaya yang belum disepakati oleh pihak shipper. Perusahaan anggota APBI bukan hanya mengirim batu bara dari Muara Berau untuk ekspor tetapi juga untuk domestik.
"Usulan dan rekomendasi dari APBI tidak dipertimbangkan antara lain karena di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.PM 121 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No.PM 72 Tahun 2017 tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhanan di Pasal 18 ayat (1) huruf b (2), APBI tidak termasuk sebagai pihak pengguna jasa," ujar Pandu Sjahrir.
Baca juga: APBI: Tarif Pelabuhan Muara Berau bisa hambat pengapalan batu bara
Baca juga: Kemenhub sepakati konsesi dengan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023
Tags: