"Setelah dinyatakan tidak memenuhi standar ramah lingkungan, saya protes, dan EPA mengirimkan tim ke Indonesia kemudian mendapatkan laporan yang berbeda, namun hal ini tidak dilanjuti karena terjadi perubahan struktur organisasi setelah itu," kata Wirjawan, di Jakarta, Sabtu.
Pada 27 Januari 2012, EPA merilis Notice of Data Availability Environmental Protection Agency (NODA), yang menyebutkan kelapa sawit hanya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 17 persen.
"Dari hasil itu kelapa sawit hanya bisa mereduksi karbon pada 2020 hanya 17 persen. Penelitian empiris harus ada bahwa sawit bisa mereduksi karbon hingga 30 persen," katanya.
Wirjawan menegaskan, sudah secara tegas menyatakan kepada Amerika Serikat, produk kelapa sawit ini termasuk kategori ramah lingkungan dengan daya reduksi karbon yang sesuai standar, ditambah dengan penerapan teknologi untuk asumsi beberapa tahun mendatang.
Dengan tidak masuknya produk kelapa sawit ke dalam produk yang ramah lingkungan, komoditi andalan Indonesia ini gagal mendapatkan keringanan tarif hingga lima persen.
(I029)