Jakarta (ANTARA News) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu dalam sengketa penetapan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menjadi peserta Pemilu 2014.

"Hal yang menyangkut perbedaan pandangan tersebut dalam perkara `a quo` tidak serta merta dipandang sebagai pelanggaran kode etik, karena KPU sebagai pihak teradu memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga kehormatannya dengan bersikap independen," kata Ketua Majelis Sidang Jimly Asshiddiqie ketika membacakan Putusan Nomor 33-34/DKPP-PKE-II/2013 di Jakarta, Jumat.

DKPP menilai perkara gugatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap KPU disebabkan oleh perbedaan persepsi dan pandangan dalam menafsirkan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Teradu, yaitu Ketua dan seluruh komisioner KPU Pusat dinilai melanggar kode etik penyelenggara Pemilu karena tidak melaksanakan Keputusan Bawaslu No. 012/SP-2/Set.Bawaslu/2013 tanggal 5 Februari 2013, mengenai dikabulkannya permohonan PKPI menjadi peserta Pemilu 2014.

"Bawaslu menetapkan, mengabulkan permohonan pemohon dan membatalkan Keputusan KPU Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2014, sepanjang untuk Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Indonesia," demikian bunyi Putusan Bawaslu tersebut.

Namun KPU menolak menjalankan Putusan tersebut karena dalam UU dijelaskan bahwa keputusan Bawaslu mengenai sengketa pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Bawaslu telah melampaui wewenangnya sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pemilu dengan ikut andil dalam menetapkan peserta Pemilu.

Sidang pembacaan Putusan DKPP tersebut digelar di Ruang Sidang DKPP, yang bertempat di Gedung Bawaslu Jakarta.

Hadir dari pihak pengadu adalah Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak dan peneliti LSM Constitutional and Electoral Reform Centre (Correct) Ahmad Irawan, sedangkan dari pihak teradu dihadiri oleh Komisioner KPU Ida Budhiati dan Arief Budiman.

Pembacaan putusan perkara tersebut mundur satu jam lebih dari waktu yang seharusnya dijadwalkan.

"Kami mohon maaf kalau sidang pembacaan putusan ini `molor`, karena pengetikan belum rapi dan mesin fotokopi `ngadat`," kata Jimly.
(F013/M026)