Pati (ANTARA) - Kabupaten Pati, Jawa Tengah, merupakan salah satu lumbung pangan di Jateng karena memiliki lahan pertanian cukup luas yang tersebar di 21 kecamatan dengan suplai air irigasi yang cukup karena dilalui aliran Sungai Juwana.

Selain menjadi salah satu kabupaten pemasok beras terbesar di Jateng, Kabupaten Pati juga memiliki potensi besar perikanan karena memiliki wilayah laut cukup luas.

Kekayaan alam yang melimpah, baik di darat maupun laut, menjadi dambaan semua daerah. Namun, Kota Pati juga masih terus berjuang menyelesaikan dampak kekeringan setiap kali musim kemarau tiba.

Kondisi itu ditandai bahwa setiap musim kemarau ada beberapa daerah kesulitan air bersih.

Dampak kekeringan, misalnya, hampir selalu dialami semua desa di Kecamatan Jaken sehingga warganya kesulitan air bersih, seperti halnya saat ini.

Warga di 11 desa di kecamatan tersebut kini harus menggantungkan suplai air bersih dari pemerintah maupun sumbangan masyarakat.

Belasan desa tersebut, berada di bawah Pegunungan Kendeng yang selama ini menjadi daerah tangkapan air sehingga muncul banyak sumber air yang bisa dimanfaatkan warga. Ketersediaan air juga ada di sumur-sumur warga karena keberadaan pegunungan yang dipenuhi penghijauan sebagai daerah tangkapan air.

Seiring bertambahnya jumlah penduduk, kawasan hutan di Pegunungan Kendeng, yang sebelumnya menjadi daerah tangkapan air, akhirnya terjadi alih fungsi lahan serta aktivitas penambangan yang dimungkinkan ikut berdampak pada ketersediaan jumlah mata air.

Perubahan kondisi Pegunungan Kendeng dari masa ke masa akhirnya mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat di sekitarnya. Saat musim kemarau panjang seperti saat ini, akhirnya warga mengalami kesulitan air bersih karena sumber-sumber air yang dimiliki warga mulai mengering, tak lagi mengalirkan air seperti tahun-tahun sebelumnya.

Daerah yang berada di kawasan Pegunungan Kendeng, mulai dari Kecamatan Jaken, Tambakromo, Sukolilo, Gabus, hingga Pucakwangi kini ikut terdampak kekeringan sehingga warga harus menggantungkan bantuan air bersih dari Pemkab Pati maupun dari masyarakat yang melakukan bakti sosial mengirim air bersih.

BPBD Pati sendiri masih terus menyuplai air bersih ke desa-desa terdampak kekeringan yang tersebar di berbagai kecamatan.

Jika awal September 2023 jumlah desa terdampak hanya berkisar 40-an desa, kini melonjak menjadi 70 desa yang tersebar di sembilan kecamatan dari 21 kecamatan di Kabupaten Pati. Ketika musim kemarau panjang, maka dampak kekeringan diprediksi juga kian meluas dan kebutuhan air warga tentunya tidak bisa hanya mengandalkan suplai dari BPBD Pati yang juga memiliki keterbatasan.


Solusi jangka panjang

Untuk menangani dampak kekeringan jangka panjang, perlu ada langkah bersama, salah satunya melakukan penghijauan di kawasan pegunungan, terutama Pegunungan Kendeng karena saat ini di kawasan sekitar mulai terjadi pengurangan sumber air yang selama ini dibutuhkan warga.

Selain itu, perlu ada upaya lain yang bisa menjadi solusi ketersediaan air saat musim kemarau, mulai dari penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) hingga pembuatan embung-embung di masing-masing daerah.

"Kami mengajak warga untuk peduli terhadap lingkungan, salah satunya dengan menanam dan menjaga pohon sebagai salah satu upaya untuk mencegah kekeringan pada musim kemarau," kata Kalakhar Kepala BPBD Pati Martinus Budi Prasetyo.

Pemkab Pati sudah memulai kampanye penghijauan hutan-hutan di kawasan pegunungan yang mulai gundul dengan penanaman kembali.

Program penghijauan yang sudah dilakukan, di antaranya di wilayah KPH Tambakromo dan area perkebunan warga Desa Karangawen, Kecamatan Tambakromo pada akhir 2022.

Total bibit tanaman yang ditanam saat itu mencapai 5.000 bibit, mulai dari tanaman keras, bibit tanaman buah, hingga rumput vertifer.

Penjabat Bupati Pati Henggar Budi Anggoro menegaskan dengan penanaman ribuan bibit pohon tersebut nantinya kawasan sekitar kembali berfungsi secara maksimal sebagai daerah tangkapan air hujan.

Penghijauan memang dipilih untuk wilayah yang seharusnya menjadi tangkapan air hujan. Pemkab terus mengedukasi warga terkait pentingnya penghijauan kembali hutan yang gundul agar tidak terjadi banjir bandang saat musim hujan.

Dengan semakin banyaknya tanaman, maka kemampuan hutan menabung dan menyimpan air menjadi lebih besar dan meningkat, sedangkan saat musim kemarau tentunya bisa menjadi suplai sumber mata air tetap terjaga.

Berbeda kondisinya ketika semakin berkurangnya luas tutupan hutan di hulu daerah aliran sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air, berpengaruh signifikan terhadap kekeringan di daerah hilirnya.


Manajemen air

Selain upaya konservasi alam dengan penanaman kembali hutan yang gundul, Pemerintah Kabupaten Pati mengawali program manajemen pengelolaan air sekaligus memberi contoh kepada masyarakat.

Beberapa daerah di Kabupaten Pati saat musim hujan juga langganan banjir sehingga perlu ada upaya mengatur air supaya saat musim hujan dampak banjir tidak terlalu parah. Begitu pula saat musim kemarau, masyarakat masih bisa mendapatkan air bersih.

Husaini, praktisi pengurangan risiko bencana dan lingkungan hidup, mengingatkan Pemkab Pati untuk memulai mengedukasi masyarakat tentang manajemen pengelolaan air, mengingat kondisi alam sekitarnya saat ini masih bisa diandalkan.

Selain faktor lahan pegunungan yang mulai gundul serta masifnya alih fungsi lahan, terjadinya krisis air di wilayah Pati, terutama Pati Selatan, salah satunya karena terkait manajemen pengelolaan air.

Oleh karena itu, perlu ada riset tentang kebutuhan air dan ketersediaan saat ini. Nanti harus pula diupayakan media penyimpan air yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat saat musim kemarau.

Jadi, harus dibangun kesadaran masyarakat tentang pengelolaan air, kesadaran bahwa sekarang itu alam memang sudah berubah, baik karena adanya kerusakan lingkungan maupun perubahan iklim.

Sebagai salah satu solusinya, harus ada sistem adaptasi yang baik atas perubahan-perubahan yang ada, termasuk perubahan lingkungan, soal banjir waktu hujan, serta soal krisis air waktu kemarau.

Program konservasi hutan pun harus digalakkan mulai sekarang seraya mengedukasi masyarakat soal manajemen air.

Dengan demikian, pola pikir pragmatis bahwa selama masih punya uang dan ada bantuan dari BPBD air bersih bakal tersedia, secara bertahap mulai berubah, diganti dengan kesadaran bersama untuk menjaga alam sekitar dan pemanfaatan air sesuai kebutuhan.