ANRI: Pidato Sukarno di Majelis PBB relevan dengan geopolitik saat ini
30 September 2023 22:52 WIB
Pelaksana Tugas Kepala ANRI Imam Gunarto (kanan) bersama Pakar Geopolitik Indonesia Hasto Kristiyanto (kiri), pada acara seminar memperingati pidato Presiden Sukarno di Majelis Umum PBB yang ke-63 di Gedung ANRI, Jakarta Barat, pada Sabtu (30/9/2023). (ANTARA/HO-ANRI)
Jakarta (ANTARA) - Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) memperingati penyampaian pidato Presiden Sukarno di Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ke-63, dan menyampaikan bahwa pidato tersebut masih relevan dengan peta geopolitik Indonesia saat ini.
Pidato yang disampaikan pertama kali pada 30 September 1960 oleh Proklamator tersebut berjudul “Membangun Dunia yang Baru” atau “to Build the World Anew”.
“Pidato Presiden Sukarno tersebut sangat monumental di dunia internasional dan menjadi fondasi politik kebangsaan serta politik luar negeri Indonesia,” kata Pelaksana Tugas Kepala ANRI Imam Gunarto dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.
Imam menjelaskan, arsip otentik pidato yang tersimpan dengan baik di Gedung ANRI, Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat ini menyimpan memori kolektif bangsa tentang kondisi geopolitik yang pada saat itu menjadi inspirasi pemikiran dunia internasional.
“63 tahun lalu, tepat pada hari Jumat, 30 September 1960, menjelang pukul 3 sore, Presiden Sukarno bersama delegasi memasuki ruangan sidang umum PBB ke-15, pada sidang paripurna ke-880, untuk menyampaikan pidato yang sangat monumental, saat itu detik-detik bersejarah tentang geopolitik Indonesia tersemat abadi dalam monumen pemikiran internasional, ujar dia.
Pidato tersebut, lanjut Imam, menjadi fondasi kokoh untuk membangun politik luar negeri dan politik kebangsaan Indonesia.
“Pidato yang berdurasi 122 menit tersebut telah memberikan inspirasi bagi seluruh peserta sidang yang merupakan perwakilan pimpinan dunia, untuk mendirikan gerakan non-blok demi dunia yang lebih baik,” ucapnya.
Pidato monumental ini menjadi arsip bersejarah dan telah diakui sebagai memori dunia atau memory of the world UNESCO pada 24 Mei 2023, dan menjadi warisan yang menginspirasi dunia.
Sementara, Pakar Geopolitik Indonesia Hasto Kristiyanto yang menjadi pembicara pada kegiatan ini menyampaikan, pidato Sukarno ini merupakan esensi dari harapan dan mimpi bangsa-bangsa di dunia yang mengalami penindasan dan penjajahan.
“Dalam cara pandang Sukarno, dunia internasional pada waktu itu selalu diwarnai oleh peperangan, sehingga konsepsi dari pidato 'Membangun Dunia yang Baru' adalah realitas peradaban umat manusia se-dunia yang diwarnai oleh penindasan, termasuk Indonesia yang selama 350 tahun yang mengalami kolonialisme dan imperialisme,” kata Hasto.
Ia menjelaskan, apa yang disampaikan oleh Presiden Sukarno saat itu ternyata masih relevan hingga saat ini, karena di tengah pertarungan geopolitik dunia sekali pun, jiwa kemanusiaan tetap mampu berbicara dan harus dipertahankan.
Menurut Hasto, kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Sukarno tidak hanya untuk rakyat Indonesia, tetapi juga harus menjadi bagian dari perjuangan umat manusia se-dunia untuk bebas dari kolonialisme dan imperalisme, serta menjadi bagian penting dari persaudaraan dunia.
“Konsepsi utama dari pidato Presiden Sukarno adalah memberikan perubahan progresif untuk lebih mengutamakan kemanusiaan pada PBB yang kala itu didirikan dalam nuansa konflik perang dunia ke-2, dan masih dalam pengaruh persaingan geopolitik negara-negara besar,” tuturnya.
Ia berpesan, melalui pidato yang usianya sudah 63 tahun silam tetapi bukti otentiknya masih tersimpan dengan baik ini, dapat dijadikan media pembelajaran yang berdaya guna, sehingga akan berdampak bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan bagi para pembuat kebijakan di Indonesia.
Pidato yang disampaikan pertama kali pada 30 September 1960 oleh Proklamator tersebut berjudul “Membangun Dunia yang Baru” atau “to Build the World Anew”.
“Pidato Presiden Sukarno tersebut sangat monumental di dunia internasional dan menjadi fondasi politik kebangsaan serta politik luar negeri Indonesia,” kata Pelaksana Tugas Kepala ANRI Imam Gunarto dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.
Imam menjelaskan, arsip otentik pidato yang tersimpan dengan baik di Gedung ANRI, Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat ini menyimpan memori kolektif bangsa tentang kondisi geopolitik yang pada saat itu menjadi inspirasi pemikiran dunia internasional.
“63 tahun lalu, tepat pada hari Jumat, 30 September 1960, menjelang pukul 3 sore, Presiden Sukarno bersama delegasi memasuki ruangan sidang umum PBB ke-15, pada sidang paripurna ke-880, untuk menyampaikan pidato yang sangat monumental, saat itu detik-detik bersejarah tentang geopolitik Indonesia tersemat abadi dalam monumen pemikiran internasional, ujar dia.
Pidato tersebut, lanjut Imam, menjadi fondasi kokoh untuk membangun politik luar negeri dan politik kebangsaan Indonesia.
“Pidato yang berdurasi 122 menit tersebut telah memberikan inspirasi bagi seluruh peserta sidang yang merupakan perwakilan pimpinan dunia, untuk mendirikan gerakan non-blok demi dunia yang lebih baik,” ucapnya.
Pidato monumental ini menjadi arsip bersejarah dan telah diakui sebagai memori dunia atau memory of the world UNESCO pada 24 Mei 2023, dan menjadi warisan yang menginspirasi dunia.
Sementara, Pakar Geopolitik Indonesia Hasto Kristiyanto yang menjadi pembicara pada kegiatan ini menyampaikan, pidato Sukarno ini merupakan esensi dari harapan dan mimpi bangsa-bangsa di dunia yang mengalami penindasan dan penjajahan.
“Dalam cara pandang Sukarno, dunia internasional pada waktu itu selalu diwarnai oleh peperangan, sehingga konsepsi dari pidato 'Membangun Dunia yang Baru' adalah realitas peradaban umat manusia se-dunia yang diwarnai oleh penindasan, termasuk Indonesia yang selama 350 tahun yang mengalami kolonialisme dan imperialisme,” kata Hasto.
Ia menjelaskan, apa yang disampaikan oleh Presiden Sukarno saat itu ternyata masih relevan hingga saat ini, karena di tengah pertarungan geopolitik dunia sekali pun, jiwa kemanusiaan tetap mampu berbicara dan harus dipertahankan.
Menurut Hasto, kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Sukarno tidak hanya untuk rakyat Indonesia, tetapi juga harus menjadi bagian dari perjuangan umat manusia se-dunia untuk bebas dari kolonialisme dan imperalisme, serta menjadi bagian penting dari persaudaraan dunia.
“Konsepsi utama dari pidato Presiden Sukarno adalah memberikan perubahan progresif untuk lebih mengutamakan kemanusiaan pada PBB yang kala itu didirikan dalam nuansa konflik perang dunia ke-2, dan masih dalam pengaruh persaingan geopolitik negara-negara besar,” tuturnya.
Ia berpesan, melalui pidato yang usianya sudah 63 tahun silam tetapi bukti otentiknya masih tersimpan dengan baik ini, dapat dijadikan media pembelajaran yang berdaya guna, sehingga akan berdampak bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan bagi para pembuat kebijakan di Indonesia.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: