Tokyo (ANTARA) - Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia (APPBIPA) Jepang menyebut jumlah pembelajar Bahasa Indonesia kian meningkat diperkirakan sebanyak 10-15 persen pada tahun ini.

“Sekitar 10-15 persen, lumayan banyak. Dari data yang kami terima, di Nanzan University juga mengalami lonjakan yang cukup serius, kemudian di Osaka dan di Oita,” kata Ketua APPBIPA Jepang Suyoto dalam Seminar Tahunan 2023 yang bertajuk “Strategi Mendukung Pengembangan Program Internasionalisasi Bahasa Indonesia” di Tokyo, Sabtu.

Dia menyebutkan saat ini setidaknya terdapat 4.200 pembelajar asing yang mempelajari Bahasa Indonesia di Jepang.

Jumlah tersebut tersebar di 75 universitas atau lembaga pendidikan tinggi di Jepang yang menyediakan mata kuliah Bahasa Indonesia.

Dari 75 universitas, tujuh di antaranya sudah sudah ditetapkan sebagai program atau jurusan, sementara 68 lainnya menawarkan sebagai pilihan mata kuliah bahasa asing.

Tujuh universitas tersebut, di antaranya Tokyo Gakugei University, Osaka University, Tenri University, Takushoku University, Kanda University of International Studies, Chiba University dan Asia University.

Selain itu juga terdapat dua SMA yang menyediakan pembelajaran Bahasa Indonesia, yakni SMA Internasional Kanto dan satu SMA di bawah kelola Tsukuba University.

Suyoto menuturkan kenaikan minat pada pembelajaran Bahasa Indonesia dipengaruhi adanya keterbukaan informasi, ketertarikan minat terhadap budaya Indonesia, banyaknya ajang kegiatan yang berhubungan dengan Indonesia dengan melibatkan warga sekitar.
Baca juga: Pakar: Masih perlu kerja keras untuk internasionalkan bahasa Indonesia

Di samping itu, tren minat yang naik juga didorong adanya analisis ekonom Jepang yang memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi keempat terbesar di dunia pada 2050.

Namun, dia mengatakan tantangan yang dihadapi oleh pembelajar Jepang adalah kesulitan dalam melafalkan ejaan Bahasa Indonesia, artikulasi, serta struktur kalimat yang terbalik dengan Bahasa Jepang.

Sementara itu, lanjut dia, dari sisi pengajar, belum banyak warga negara Indonesia yang menghuni wilayah Jepang secara merata, sehingga pengajaran akan Bahasa Indonesia hanya sebatas di kelas.

Suyoto berharap ke depannya program kursus Bahasa Indonesia gratis yang diinisiasi okeh KJRI Osaka tetap berlanjut dan program yang sama juga dapat ditularkan di wilayah kerja KBRI Tokyo.

“Kebetulan KJRI Osaka mendukung kami dengan memberikan anggaran untuk pembelajaran gratis Kursus Bahasa Indonesia untuk level A1 dan A2. Saya berharap itu tetap berjalan dan KBRI Tokyo juga bisa menyediakan itu,” katanya.

Saat ini, APPBIPA Jepang juga telah memiliki program yg sama di wilayah Tokyo, tetapi kursus yang berbayar.

“Kalau yang berbayar hanya terbatas untuk yang punya minat dan uang. Kalau yang tidak punya uang bagaimana. Inilah perlunya program kursus gratis,” ujar Suyoto.

Baca juga: Kebanggaan akan bahasa Indonesia harus ditanamkan guna lestarikan sastra