Surabaya (ANTARA) - Menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024, kehadiran santri dinantikan, baik menjadi kontestan atau peserta Pemilu, maupun menjadi pemilih.

Santri dinilai mempunyai kapasitas untuk itu. Perjuangan, kiprah dan nasionalisme santri tidak perlu diragukan lagi karena sudah terbukti sejak dulu.

Kehadiran para santri sangat dirindukan untuk mengabdi kepada ibu pertiwi mencurahkan pikiran dan energinya dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umum, menjaga keutuhan dan persatuan umat di tengah situasi saat ini yang penuh dengan berbagai fitnah, apalagi menjelang tahun politik ini.

Santri diharapkan bisa menjadi penggerak dan pionir perdamaian yang menerangi serta penyejuk di tengah masyarakat, menjadi duta moderasi dalam membawa pemahaman agama maupun menjadi contoh dalam berpolitik.

Sejarah telah membuktikan bahwa santri tidak hanya muncul sebagai kaum intelektual, namun juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Santri memiliki kemampuan dan skil masing-masing yang dapat mengembangkan sayapnya di tengah-tengah masyarakat.

Tentunya, masyarakat menaruh harapan kepada santri untuk memberikan nuansa religius dan santun dalam berbagai kegiatan perpolitikan, khususnya pada pemilu kali ini. Dengan paradigma tersebut santri diharapkan bisa menyuarakan kebenaran.

Santri senantiasa menebarkan kedamaian, kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun. Santri senantiasa memberi pencerahan bagi umat manusia sesuai dengan kedudukannya yang memahami agama dengan baik.

Para kiai berpesan untuk santri tetap merasa santri, agar tak berhenti berbakti. Tetap merasa santri, agar tidak tinggi hati. Tetap merasa santri, agar semangat membangun negeri dan tetaplah merasa santri, agar peduli.

Mulai saat ini, santri harus mampu mewarnai berbagai sisi di negara tercinta, berjuang merealisasikan kemaslahatan bagi umat manusia dan paling penting santri tidak alergi politik.


Partisipasi

Bagi para santri, mengikuti Pemilu 2024 hukumnya fardu kifayah atau wajib, baik itu memilih atau mendukung calon wakil rakyat yang baik.

Demikian setidaknya yang sampaikan Kepala Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, K.H. Abdul Hamid Wahid, di sela seminar Peran Santri Menghadapi Globalisasi dan Revolusi Industri 4.0' di Surabaya, Kamis, 28 September 2024.

Bagi Kiai Hamid, santri ikut dalam politik itu penting karena memang perlu menyampaikan aspirasi politiknya bagi yang sudah berhak, baik dia memilih ataupun dipilih. Rusaknya sebuah negara bisa jadi karena orang baik yang tidak berkiprah untuk kebaikan negaranya.

Para santri yang ingin memilih ataupun dipilih dalam dunia politik membawa nilai moral yang baik dan azas pragmatis yang tetap di bawah idealisme. Kepentingan besar harus diutamakan demi bangsa, negara, masyarakat dan umat.

Oleh karena itu, para santri-santri Nurul Jadid juga diminta mengikuti pemilihan ataupun kontestasi pemilu. Bahkan, di ponpes itu juga telah disediakan tempat pemungutan suara pemilihan umum (TPU) bagi santri-santri yang tidak bisa memilih di tempat asalnya. Ada sekitar 2.000 pemilih dari total 8.000 santri yang ada.

Sejauh ini, pelaksanaan pemilu di Ponpes Nurul Jadid sudah berjalan baik dan tidak terjadi masalah yang berarti.


Jaga stabilitas

Tidaklah berlebihan jika santri diminta ikut berpartisipasi dalam pemilu. Para santri meski tidak berpolitik namun mereka tetap harus paham politik karena kelak akan berpartisipasi dalam memberikan suara pada pemilu.

Tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai sejak Juni lalu. Dengan beragamnya dinamika seputar tahun politik ini, perpecahan pun kerap terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan kondisi bermasyarakat, seluruh pihak harus aktif berperan termasuk para santri.

Santri diharapkan berperan untuk menjaga supaya perbedaan aspirasi politik itu tidak menimbulkan konflik di masyarakat. Perbedaan aspirasi politik tersebut biasanya timbul dari fanatisme kelompok yang kemudian menimbulkan anggapan bahwa orang lain dengan paham berbeda adalah salah.

Setidaknya itu yang sering disampaikan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat bertemu santri. Wapres menitipkan pesan, jangan sampai menganggap yang tidak seaspirasi itu musuh. Begitu juga dengan politik identitas supaya tidak menjadi isu politik yang memecah belah masyarakat.

Santri sesuai tugasnya mengawal negara ini supaya tetap aman, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak terganggu, dan semua masyarakat tidak terjadi permusuhan. Semuanya tetap bersaudara, ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa) jangan sampai terkoyak.

Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid Probolinggo KH Abdul Hamid Wahid memberi sambutan saat seminar "Peran Santri Menghadapi Globalisasi dan Revolusi Industri 4.0" di Balai Prajurit Kodam V/Brawijaya, Surabaya, Kamis (28/9/2023). (ANTARA/Naufal Ammar Imaduddin)

Tentukan masa depan

Komisioner Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus terus menerus memberikan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya santri tentang penting berpartisipasi dalam pemilu.

Penyelenggara pemilu itu harus bisa mengajak serta meyakinkan para santri bahwa suara mereka dalam keikutsertaan Pemilu mendatang juga memberikan pengaruh untuk menentukan masa depan Indonesia kedepannya.

Para santri harus diberi kesadaran jika tidak berkontribusi di pemilu, maka jangan salahkan jika nanti pemimpin yang terpilih tidak sesuai dengan kehendak. Terpilihnya para pemimpin yang tidak berintegritas bisa merugikan bangsa dan negara.

Peran para kiai dan ulama juga penting menjadi teladan bagi para santri dalam pemilu kali ini. Jika para kiai sudah bertitah siapa calon wakil rakyat yang tepat untuk dipilih, maka dari situ akan banyak diikuti oleh para santrinya.

Untuk para santri sendiri harus bisa menjadi bagian dari perubahan bangsa Indonesia karena perjuangan bangsa Indonesia. Ini juga terbentuk dari jasa pendiri ulama dan tokoh-tokoh agama di Indonesia.

Kaum santri juga memberikan pencerahan agar masyarakat tidak terjebak dengan pilihan-pilihan pada kontestan pemilu yang memiliki potensi sebagai kekuatan antidemokrasi atau berseberangan dengan spirit resolusi jihad.

Sebagai kaum terpelajar, tentu terlebih dulu santri harus mampu melakukan identifikasi terhadap para kontenstan pemilu, baik dalam pengertian partai politik maupun orang-orang yang diusung oleh partai politik.


Penguatan demokrasi

Pemilu merupakan pesta rakyat, pesta demokrasi. Beda pilihan tentu bukanlah hal yang salah, namun bagaimana perbedaan pilihan itu tidak membuat masyarakat terkoyak. Jangan menggunakan apa pun, baik itu agama, budaya atau apapun untuk kepentingan jangka pendek yang merugikan perjalanan bangsa dalam waktu yang panjang.

Pergantian kepemimpinan adalah hal pasti yang tidak bisa dielakkan, sehingga sudah semestinya pergantian pemimpin dilaksanakan dalam suasana damai tanpa kekerasan maupun intimidasi. Jangan sampai pergantian kepemimpinan nantinya diwarnai dengan pertumpahan darah hanya karena berbeda pilihan. Padahal perbedaan pilihan dalam berdemokrasi adalah hal yang biasa.

Model kampanye hitam juga masih sering ditemukan dalam setiap pelaksanaan pesta demokrasi. Seperti penyebaran ujaran kebencian serta berita hoaks yang santer mewarnai jagat dunia maya. Hal tersebut memang tidak mudah untuk dihindari mengingat hampir semua orang memiliki akses terhadap media sosial.

Tokoh masyarakat maupun tokoh agama tentu memiliki peran penting dalam penguatan demokrasi yang substansial serta menjaga kedamaian selama pemilu berlangsung. Bukan sebaliknya yang menggerus demokrasi dengan ujaran kebencian di tempat ibadah.

Begitu juga dengan santri haruslah mengambil peran dalam berbuat kebaikan serta mempertahankan NKRI dan berprinsip bahwa Pancasila adalah harga mati. Selain itu dengan pemikiran intelektualnya, santri memiliki peran untuk menjaga pemilu dari serangan hoaks demi terwujudkan pemilu yang damai.

Kalangan santri memiliki peran penting dalam menjaga kondusivitas pemilu. Perbedaan dukungan jangan dijadikan alasan untuk tidak saling bersatu. Santri sebagai kaum intelektual harus mengambil peran dalam menjaga kedamaian jalannya pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada 2024.