Telaah
China dan Filipina saling gertak di Laut China Selatan
Oleh Nanang Sunarto*
29 September 2023 14:46 WIB
Anggota Penjaga Pantai Filipina berpartisipasi dalam latihan untuk meningkatkan kolaborasi pencarian dan penyelamatan, dan penegakan selama latihan penjaga pantai trilateral pertama antara Filipina, Jepang, dan A.S., di pantai Bataan, Filipina di Laut Cina Selatan (6/6/2023). ANTARA/REUTERS/Eloisa Lopez/aa.
Jakarta (ANTARA) - Situasi memanas lagi setelah kapal penjaga pantai China (CCG) memasang penghalang apung (buoy) di sekitar Karang Scarborough, Laut China Selatan (LCS), yang sudah ditetapkan Mahkamah Internasional sebagai wilayah Filipina.
Penasihat Keamanan Filipina Eduardo Ano yang seperti dikutip Philstar (25/9) lalu mengecam ulah China yang dianggap keterlaluan dan ilegal serta melaporkan kasus itu kepada Presiden Ferdinand Marcos Jr untuk mengambil langkah selanjutnya.
Buoy sepanjang 300 meter itu, menurut penjaga pantai Filipina (PCG), dipasang oleh kapal CCG pekan sebelumnya di sekitar Karang Scarborough yang oleh penduduk lokal dinamai Bajo de Masinloc.
Karang Scarborough yang masih diklaim China berada sekitar 240 km dari Pulau Luzon sehingga masuk kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina, sebaliknya berada sekitar 900 km dari wilayah pesisir terdekat China di Provinsi Hainan.
Pemasangan penghalang apung dilakukan oleh kapal China saat puluhan kapal nelayan Filipina sedang beroperasi menuju perairan sekitar Karang Scarborough yang kaya dengan ikan sehingga kapal-kapal itu urung memasukinya.
Filipina pun tidak kalah gertak dengan segera melancarkan operasi khusus untuk menyingkirkan penghalang apung itu dengan memutus tali pengikatnya dengan jangkar di dasar laut.
Empat kapal CCG yang sedang berada di sekitar kejadian dilaporkan tidak menunjukkan perilaku agresif, sementara awaknya segera menyingkirkan buoy begitu mengetahui tali penahannya diputus.
Pada insiden sebelumnya, kapal-kapal CCG menembakkan kanon air ke kapal-kapal penjaga pantai Filipina yang sedang mengawal kapal-kapal nelayan di dekat P. Pagasa, bagian Kepulauan Spartly di LCS yang juga dipersengketakan.
China mengklaim sampai 90 persen dari dua juta km2 wilayah di dalam sembilan garis putus-putus (nine-dash line) di perairan LCS dan bahkan menyatakan wilayah operasi nelayan tradisionalnya sampai Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna utara.
Bahkan baru-baru ini China menerbitkan lagi peta baru yang kontroversial dengan menambah satu lagi wilayah di dalam garis putus-putus (menjadi ten-dash line) yang tentu saja mengundang kecaman berbagai pihak.
Sebagian klaim China di LCS selain tidak diakui Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) juga memicu sengketa dengan Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam yang juga mengakuinya sebagai wilayah mereka.
Mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, Mahkamah Internasional sendiri pada 2016 telah menetapkan wilayah Karang Scarborough milik Filipina, namun China tetap ngotot.
Sengketa di LCS ikut memicu perlombaan senjata, misalnya AS yang sering melakukan patroli laut dan udara menambah pangkalan militernya di Filipina, sedangkan Australia membentuk aliansi militer dengan Inggris dan Amerika Serikat (AUKUS).
Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama yang Ditingkatkan (EDCA) antara AS dan Filipina pada 2014, Presiden Filipina, Maret 2023 lalu mengizinkan pembangunan empat pangkalan militer AS lagi, menambah lima yang sudah ada.
Kehadiran pasukan AS di kawasan Asia Tenggara juga dianggap sebagai penyeimbang bagi kekuatan China yang terus meningkatkan kemampuan militer dan kehadirannya di kawasan LCS.
Rencana penempatan kembali pasukan AS di Filipina tertunda setelah Presiden Filipina sebelumnya, Rodrigo Duterte, menyatakan akan menghentikan seluruh kerja samanya akibat penolakan penerbitan visa kunjungan ke AS terhadap salah seorang kepercayaannya.
Di bawah program Visiting Forces Agreement (VFA) atau Kesepakatan Kunjungan Pasukan, AS dan Filipina sebelumnya melakukan sekitar 300 kegiatan tiap tahun termasuk latihan perang Balikatan yang melibatkan ribuan pasukan ketiga matra (AD, AU dan AL) kedua negara.
Di bawah Presiden Rodrigo Duterte yang lebih condong ke China, perjanjian EDCA yang diteken pada 2014 dihentikan, lalu dihidupkan kembali di era Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Tak hanya menyiapkan pangkalan dan fasilitas pendukung bagi pasukan AS di sembilan pangkalan, Filipina awal 2022 meneken kontrak pembelian rudal supersonik darat ke laut BrahMos buatan patungan India-Rusia senilai 374, 9 juta dollar AS (Rp5,3 triliun).
Kebijakan yang diambil Presiden Marcos Jr diduga tak lepas dari laporan intelijen tentang eskalasi aktivitas militer China di sekitar wilayah sengketa yakni Pulau Thitu atau Pagasa yang diklaim Filipina, Dhao Thi Tu menurut versi Vietnam dan Zhing Ye Dao menurut China.
Tidak sebanding
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) melaporkan anggaran militer Filipina 2023 sebesar 4,2 miliar dolar AS (sekitar Rp63 triliun), tentaranya berjumlah 125.000 personel, tidak sebanding China 1,55 triliun yuan (sekitar Rp3.436,5 triliun) dengan 2,3 juta tentara tetap.
AU Filipina hanya mengoperasikan puluhan pesawat termasuk pesawat latih T-50 Golden Eagle eks-Korsel yang dioperasikan untuk serangan ringan, AD-nya didukung sekitar 500 tank ringan (M-113, ex-AS, Excalibur eks-Cheko dan Alvis eks-Inggris), AL-nya dengan satu korvet, dua fregat dan 76 kapal patroli pantai.
Sebaliknya, AL China didukung 700-an kapal perang termasuk tiga kapal induk, puluhan destroyer, fregat, dan 70-an kapal selam, AU dengan 3.000-an pesawat tempur berbagai jenis, sedangkan AD memilik lebih 7.000 tank dan peluncur roket serta rudal-rudal balistik.
China juga membangun pos-pos militer di pulau karang (atol) dan pulau buatan di LCS serta mengoperasikan kapal-kapal nelayan, jauh sampai ke wilayah ZEEI di L. Natuna Utara yang diklaim sebagai wilayah operasi nelayan tradisionalnya.
Di Kepulauan Spartly, LCS yang juga diklaim Vietnam, China membangun 20 pos militer dan di Kepulauan Paracel tujuh pos serta mengendalikan Karang Scarborough yang berjarak 240 Km dari lepas pantai Filipina.
Sebagian pos-pos militer tersebut dilengkapi dermaga, landas pacu dan sistem pertahanan udara. Di P. Woody di Kep. Paracel digelar sistem rudal pertahanan udara HQ-9 berjangkauan 200 km.
Sementara Australia, tetangga “halaman belakang” RI yang juga cemas atas sepak terjang China di LCS membentuk aliansi militer trilateral dengan Inggeris dan AS (AUKUS) pada 15 September 2021.
Guna memperkuat kemampuan militer Australia di kawasan Indo-Pasifik, Presiden AS Joe Biden, PM Inggeris Rishi Sunak dan PM Australia Anthonie Albanese menyepakati pembuatan lima kapal selam nuklir secara bertahap bagi negeri kanguru itu (13/3).
Sementara Singapura, sejak puluhan tahun sudah menjadi pangkalan logistik pasukan AS di kawasan Indo-Pasifik, bahkan pemerintahnya mengakui, AS juga menempatkan drone pengintai RQ-4 Global Hawk.
Negeri jiran itu dilaporkan juga sedang memesan satu skadron (12) pesawat tempur siluman multi peran generasi kelima F-35 Super Lightning II buatan AS.
RI yang berhadapan langsung dengan LCS juga terus berupaya memodernisasikan kekuatan militernya, antara lain dengan membeli 24 pesawat tempur generasi 4.5 Eagle F-15 EX buatan AS, 42 unit Rafale buatan Perancis dan 12 unit Mirage-2000 seken AU Qatar (buatan Perancis).
Ke depan, kolaborasi dan kemitraaan untuk menjaga stabilitas, pemanfaatan ekonomi bersama antarnegara yang berada lingkar LCS serta tekad untuk menghindari konflik perlu terus diupayakan. (NS/berbagai sumber) .
*Penulis adalah mantan Wapemred Perum LKBN ANTARA.
Penasihat Keamanan Filipina Eduardo Ano yang seperti dikutip Philstar (25/9) lalu mengecam ulah China yang dianggap keterlaluan dan ilegal serta melaporkan kasus itu kepada Presiden Ferdinand Marcos Jr untuk mengambil langkah selanjutnya.
Buoy sepanjang 300 meter itu, menurut penjaga pantai Filipina (PCG), dipasang oleh kapal CCG pekan sebelumnya di sekitar Karang Scarborough yang oleh penduduk lokal dinamai Bajo de Masinloc.
Karang Scarborough yang masih diklaim China berada sekitar 240 km dari Pulau Luzon sehingga masuk kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina, sebaliknya berada sekitar 900 km dari wilayah pesisir terdekat China di Provinsi Hainan.
Pemasangan penghalang apung dilakukan oleh kapal China saat puluhan kapal nelayan Filipina sedang beroperasi menuju perairan sekitar Karang Scarborough yang kaya dengan ikan sehingga kapal-kapal itu urung memasukinya.
Filipina pun tidak kalah gertak dengan segera melancarkan operasi khusus untuk menyingkirkan penghalang apung itu dengan memutus tali pengikatnya dengan jangkar di dasar laut.
Empat kapal CCG yang sedang berada di sekitar kejadian dilaporkan tidak menunjukkan perilaku agresif, sementara awaknya segera menyingkirkan buoy begitu mengetahui tali penahannya diputus.
Pada insiden sebelumnya, kapal-kapal CCG menembakkan kanon air ke kapal-kapal penjaga pantai Filipina yang sedang mengawal kapal-kapal nelayan di dekat P. Pagasa, bagian Kepulauan Spartly di LCS yang juga dipersengketakan.
China mengklaim sampai 90 persen dari dua juta km2 wilayah di dalam sembilan garis putus-putus (nine-dash line) di perairan LCS dan bahkan menyatakan wilayah operasi nelayan tradisionalnya sampai Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna utara.
Bahkan baru-baru ini China menerbitkan lagi peta baru yang kontroversial dengan menambah satu lagi wilayah di dalam garis putus-putus (menjadi ten-dash line) yang tentu saja mengundang kecaman berbagai pihak.
Sebagian klaim China di LCS selain tidak diakui Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) juga memicu sengketa dengan Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam yang juga mengakuinya sebagai wilayah mereka.
Mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, Mahkamah Internasional sendiri pada 2016 telah menetapkan wilayah Karang Scarborough milik Filipina, namun China tetap ngotot.
Sengketa di LCS ikut memicu perlombaan senjata, misalnya AS yang sering melakukan patroli laut dan udara menambah pangkalan militernya di Filipina, sedangkan Australia membentuk aliansi militer dengan Inggris dan Amerika Serikat (AUKUS).
Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama yang Ditingkatkan (EDCA) antara AS dan Filipina pada 2014, Presiden Filipina, Maret 2023 lalu mengizinkan pembangunan empat pangkalan militer AS lagi, menambah lima yang sudah ada.
Kehadiran pasukan AS di kawasan Asia Tenggara juga dianggap sebagai penyeimbang bagi kekuatan China yang terus meningkatkan kemampuan militer dan kehadirannya di kawasan LCS.
Rencana penempatan kembali pasukan AS di Filipina tertunda setelah Presiden Filipina sebelumnya, Rodrigo Duterte, menyatakan akan menghentikan seluruh kerja samanya akibat penolakan penerbitan visa kunjungan ke AS terhadap salah seorang kepercayaannya.
Di bawah program Visiting Forces Agreement (VFA) atau Kesepakatan Kunjungan Pasukan, AS dan Filipina sebelumnya melakukan sekitar 300 kegiatan tiap tahun termasuk latihan perang Balikatan yang melibatkan ribuan pasukan ketiga matra (AD, AU dan AL) kedua negara.
Di bawah Presiden Rodrigo Duterte yang lebih condong ke China, perjanjian EDCA yang diteken pada 2014 dihentikan, lalu dihidupkan kembali di era Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Tak hanya menyiapkan pangkalan dan fasilitas pendukung bagi pasukan AS di sembilan pangkalan, Filipina awal 2022 meneken kontrak pembelian rudal supersonik darat ke laut BrahMos buatan patungan India-Rusia senilai 374, 9 juta dollar AS (Rp5,3 triliun).
Kebijakan yang diambil Presiden Marcos Jr diduga tak lepas dari laporan intelijen tentang eskalasi aktivitas militer China di sekitar wilayah sengketa yakni Pulau Thitu atau Pagasa yang diklaim Filipina, Dhao Thi Tu menurut versi Vietnam dan Zhing Ye Dao menurut China.
Tidak sebanding
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) melaporkan anggaran militer Filipina 2023 sebesar 4,2 miliar dolar AS (sekitar Rp63 triliun), tentaranya berjumlah 125.000 personel, tidak sebanding China 1,55 triliun yuan (sekitar Rp3.436,5 triliun) dengan 2,3 juta tentara tetap.
AU Filipina hanya mengoperasikan puluhan pesawat termasuk pesawat latih T-50 Golden Eagle eks-Korsel yang dioperasikan untuk serangan ringan, AD-nya didukung sekitar 500 tank ringan (M-113, ex-AS, Excalibur eks-Cheko dan Alvis eks-Inggris), AL-nya dengan satu korvet, dua fregat dan 76 kapal patroli pantai.
Sebaliknya, AL China didukung 700-an kapal perang termasuk tiga kapal induk, puluhan destroyer, fregat, dan 70-an kapal selam, AU dengan 3.000-an pesawat tempur berbagai jenis, sedangkan AD memilik lebih 7.000 tank dan peluncur roket serta rudal-rudal balistik.
China juga membangun pos-pos militer di pulau karang (atol) dan pulau buatan di LCS serta mengoperasikan kapal-kapal nelayan, jauh sampai ke wilayah ZEEI di L. Natuna Utara yang diklaim sebagai wilayah operasi nelayan tradisionalnya.
Di Kepulauan Spartly, LCS yang juga diklaim Vietnam, China membangun 20 pos militer dan di Kepulauan Paracel tujuh pos serta mengendalikan Karang Scarborough yang berjarak 240 Km dari lepas pantai Filipina.
Sebagian pos-pos militer tersebut dilengkapi dermaga, landas pacu dan sistem pertahanan udara. Di P. Woody di Kep. Paracel digelar sistem rudal pertahanan udara HQ-9 berjangkauan 200 km.
Sementara Australia, tetangga “halaman belakang” RI yang juga cemas atas sepak terjang China di LCS membentuk aliansi militer trilateral dengan Inggeris dan AS (AUKUS) pada 15 September 2021.
Guna memperkuat kemampuan militer Australia di kawasan Indo-Pasifik, Presiden AS Joe Biden, PM Inggeris Rishi Sunak dan PM Australia Anthonie Albanese menyepakati pembuatan lima kapal selam nuklir secara bertahap bagi negeri kanguru itu (13/3).
Sementara Singapura, sejak puluhan tahun sudah menjadi pangkalan logistik pasukan AS di kawasan Indo-Pasifik, bahkan pemerintahnya mengakui, AS juga menempatkan drone pengintai RQ-4 Global Hawk.
Negeri jiran itu dilaporkan juga sedang memesan satu skadron (12) pesawat tempur siluman multi peran generasi kelima F-35 Super Lightning II buatan AS.
RI yang berhadapan langsung dengan LCS juga terus berupaya memodernisasikan kekuatan militernya, antara lain dengan membeli 24 pesawat tempur generasi 4.5 Eagle F-15 EX buatan AS, 42 unit Rafale buatan Perancis dan 12 unit Mirage-2000 seken AU Qatar (buatan Perancis).
Ke depan, kolaborasi dan kemitraaan untuk menjaga stabilitas, pemanfaatan ekonomi bersama antarnegara yang berada lingkar LCS serta tekad untuk menghindari konflik perlu terus diupayakan. (NS/berbagai sumber) .
*Penulis adalah mantan Wapemred Perum LKBN ANTARA.
Copyright © ANTARA 2023
Tags: