Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina Patra Niaga selaku Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) melakukan pembelian perdana sertifikat penurunan emisi dari PT Pertamina Power Indonesia.

Total nilainya sebesar Rp922 juta atau setara dengan kontribusi pengurangan emisi karbon mencapai 19.989 ton. Hal itu dilakukan sebagai upaya Pertamina Patra Niaga turut berkontribusi dalam perdagangan karbon.

"Ini adalah langkah awal Pertamina Patra Niaga untuk berkontribusi mendukung cita-cita nasional menangani krisis iklim. Bersinergi dengan Pertamina Power Indonesia sebagai subholding di Pertamina Group yang sudah mempunyai suplai yang telah tersertifikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," kata Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Pertamina Patra Niaga komitmen selesaikan PSN di Indonesia Timur

Selain dari perdagangan karbon, Pertamina Patra Niaga juga memiliki program yang memiliki dampak mereduksi emisi seperti penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di gedung perkantoran dan SPBU green energy station (GES), efisiensi operasi lewat digitalisasi digital ground operation (DGO), dan PADMA untuk produk avtur, diesel dual fuel (DDF) mobil tangki, dan program efisiensi energi.

Sampai dengan Agustus 2023, program-program tersebut berkontribusi terhadap pengurangan emisi sebesar 2.703 tonCO2eq atau sekitar 14 persen dari target awal Pertamina Patra Niaga.

"Kami terus berupaya meminimalkan emisi yang dapat berdampak terhadap krisis iklim. Ke depan, upaya mereduksi emisi secara langsung akan dikolaborasikan dengan perdagangan bursa karbon sehingga upaya Pertamina Patra Niaga dalam menjaga lingkungan dapat makin maksimal," ujar Riva.

Sebelumnya, sebagai upaya dan kontribusi nyata untuk melawan krisis perubahan iklim, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi melakukan peluncuran perdana Bursa Karbon IDX atau bursa perdagangan karbon di Indonesia pada Selasa (26/9).

Presiden menyampaikan peluncuran bursa perdagangan karbon di Indonesia merupakan kontribusi nyata untuk melawan krisis perubahan iklim yang hasilnya akan diinvestasikan kembali untuk menjaga lingkungan, melalui pengurangan emisi karbon.

Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam nature-based solutions dan menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60 persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.

"Jika dikalkulasi, potensi bursa karbon kita bisa mencapai, potensinya Rp3.000 triliun, bahkan bisa lebih. Sebuah angka yang sangat besar, yang tentu ini akan menjadi sebuah kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan arah dunia yang sedang menuju kepada ekonomi hijau," kata Presiden.

Baca juga: Pertamina kembangkan talenta "chef rumahan" lewat BGCC 2023

Presiden juga menyatakan peluncuran bursa karbon akan menjadi langkah besar untuk Indonesia mencapai target nationally determined contributions (NDC).

Sejalan dengan Presiden, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Pertamina Group juga telah mengambil peran penting dalam bisnis dan perdagangan karbon.

"Pertamina Group berkomitmen mengembangkan ekosistem perdagangan karbon yang berstandar internasional sebagai upaya dan kontribusi nyata mendukung pemerintah dalam penanganan krisis iklim. Pertamina akan berperan sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen mendukung net zero emission 2060 dengan mendorong program yang berdampak baik bagi lingkungan dan sustainable development goals (SDG's) lainnya," kata Nicke.