Prancis: Lebanon berisiko "dikucilkan" jika masih tanpa presiden
26 September 2023 21:57 WIB
Arsip - Mantan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian terlihat setelah bertemu dengan ketua blok parlemen Hizbullah Mohammad Raad di pinggiran Beirut, Lebanon, 27 Juli 2023. (REUTERS/Mohamed Azakir/as)
Beirut (ANTARA) - Lebanon berisiko "dikucilkan" oleh masyarakat internasional jika kekosongan kursi kepresidenan selama hampir setahun berlanjut, menurut Utusan Khusus Prancis Jean-Yves Le Drian kepada harian lokal dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Selasa.
Lebanon tidak memiliki presiden sejak masa jabatan kepala negara sebelumnya, Michel Aoun, berakhir pada Oktober 2022. Parlemen saat ini, salah satu institusi yang sangat terbelah, 12 kali gagal memilih pengganti Aoun. Pemilihan presiden terakhir dilakukan pada Juni 2023.
Le Drian mengatakan kepada surat kabar Lebanon, L'Orient-Le Jour, bahwa ia merencanakan serangkaian "konsultasi" di antara para tokoh politik dan berharap Ketua Parlemen Nabih akan mulai menggelar sidang yang "berturut-turut dan terbuka".
"Saya harap para politisi sadar bahwa mereka harus menemukan jalan keluar, jika tidak, mereka akan dikucilkan oleh masyarakat internasional. Tidak ada yang akan mau bertemu mereka lagi dan tidak ada gunanya berusaha mencari bantuan di mana-mana," kata Le Drian.
Kegagalan memilih presiden telah meningkatkan ketegangan sektarian di Lebanon, yang terperosok ke dalam salah satu krisis ekonomi terbesar dunia. Negara itu juga menghadapi kelumpuhan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana kabinetnya hanya memiliki kekuasaan terbatas.
Lebanon telah gagal melakukan reformasi yang disyaratkan untuk mendapat bantuan sebesar 3 miliar dolar AS (sekitar Rp46,4 triliun) dari Dana Moneter Internasional (IMF), yang menuding adanya "kepentingan pribadi".
Negara-negara donor telah membantu dengan mendanai berbagai layanan publik, tetapi mereka kian frustrasi dengan permintaan Lebanon untuk mendapatkan tambahan bantuan.
Le Drian mengatakan pada Selasa bahwa lima negara penting (AS, Prancis, Qatar, Arab Saudi dan Mesir), yang telah berkoordinasi mengenai kebijakan untuk membantu Lebanon keluar dari kebuntuan politik, telah mulai mempertimbangkan bantuan mereka.
"Kelima negara itu bertanya, hingga kapan mereka harus terus membantu Lebanon," kata Le Drian.
Kelima negara itu telah mendiskusikan langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk melawan politisi dan kelompok yang menghambat pemilihan presiden.
Sumber: Reuters
Baca juga: Lima orang tewas saat bentrokan kembali terjadi di kamp Palestina
Baca juga: Bentrok di kamp pengungsi Palestina di Lebanon kembali terjadi
Lebanon tidak memiliki presiden sejak masa jabatan kepala negara sebelumnya, Michel Aoun, berakhir pada Oktober 2022. Parlemen saat ini, salah satu institusi yang sangat terbelah, 12 kali gagal memilih pengganti Aoun. Pemilihan presiden terakhir dilakukan pada Juni 2023.
Le Drian mengatakan kepada surat kabar Lebanon, L'Orient-Le Jour, bahwa ia merencanakan serangkaian "konsultasi" di antara para tokoh politik dan berharap Ketua Parlemen Nabih akan mulai menggelar sidang yang "berturut-turut dan terbuka".
"Saya harap para politisi sadar bahwa mereka harus menemukan jalan keluar, jika tidak, mereka akan dikucilkan oleh masyarakat internasional. Tidak ada yang akan mau bertemu mereka lagi dan tidak ada gunanya berusaha mencari bantuan di mana-mana," kata Le Drian.
Kegagalan memilih presiden telah meningkatkan ketegangan sektarian di Lebanon, yang terperosok ke dalam salah satu krisis ekonomi terbesar dunia. Negara itu juga menghadapi kelumpuhan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana kabinetnya hanya memiliki kekuasaan terbatas.
Lebanon telah gagal melakukan reformasi yang disyaratkan untuk mendapat bantuan sebesar 3 miliar dolar AS (sekitar Rp46,4 triliun) dari Dana Moneter Internasional (IMF), yang menuding adanya "kepentingan pribadi".
Negara-negara donor telah membantu dengan mendanai berbagai layanan publik, tetapi mereka kian frustrasi dengan permintaan Lebanon untuk mendapatkan tambahan bantuan.
Le Drian mengatakan pada Selasa bahwa lima negara penting (AS, Prancis, Qatar, Arab Saudi dan Mesir), yang telah berkoordinasi mengenai kebijakan untuk membantu Lebanon keluar dari kebuntuan politik, telah mulai mempertimbangkan bantuan mereka.
"Kelima negara itu bertanya, hingga kapan mereka harus terus membantu Lebanon," kata Le Drian.
Kelima negara itu telah mendiskusikan langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk melawan politisi dan kelompok yang menghambat pemilihan presiden.
Sumber: Reuters
Baca juga: Lima orang tewas saat bentrokan kembali terjadi di kamp Palestina
Baca juga: Bentrok di kamp pengungsi Palestina di Lebanon kembali terjadi
Penerjemah: Arie Novarina
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023
Tags: