Kapuas Hulu, Kalbar (ANTARA News) - Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, pemerintah mempertimbangkan untuk memperpanjang moratorium hutan setelah Peraturan Presiden tentang moratorium itu berakhir pada Mei 2013.

"Sekarang masih dalam proses untuk perpanjangan. Kementerian Kehutanan menyatakan lebih baik diperpanjang, tetapi para pelaku usaha kehutanan sudah menyatakan keberatan," kata Bayu Krisnamurthi di Nanga Badau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Sabtu.

Wamendag Bayu Krisnamurthi berada di Kapuas Hulu untuk meresmikan ekspor perdana minyak sawit mentah (CPO) produksi PT Paramitra Internusa Pratama melalui Pos Lintas Batas (PLB) Badau ke Sarawak, Malaysia Timur.

Wamendag mengatakan, moratorium hutan selama dua tahun itu diberlakukan dalam konteks pelestarian lingkungan. Saat moratorium itu diberlakukan, pada saat itu juga dalam konteks minyak sawit dikeluarkan "Indonesian Sustainable Palm Oil" (ISPO) atau keberlanjutan sawit Indonesia.

"ISPO itu bersifat wajib bagi semua perusahaan sawit yang ada di Indonesia. Dengan ISPO, semua perkebunan sawit yang sudah dibuka maupun akan dibuka untuk perluasan harus betul-betul perhatikan aspek lingkungan," tuturnya.

Perpres moratorium hutan atau tepatnya penggunaan hutan alam primer dan lahan gambut yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Mei 2011 merupakan implementasi dari Letter of Intent (LoI) antara Indonesia dengan Norwegia atau disebut Kesepakatan Oslo.

Kesepakatan Oslo merupakan kerja sama konservasi kehutanan untuk mengurangi emisi karbon senilai satu miliar dolar AS antara pemerintah Indonesia dengan Norwegia yang ditandatangani 26 Mei 2010 di Oslo, Norwegia.

Kerja sama yang disepakati antara kedua negara terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama dimulai 2010 berupa kegiatan konsultasi dan penyusunan strategi nasional REDD+ dan pembentukan lembaga REDD+ yang berada langsung di bawah Presiden.

Selain itu juga dilakukan pembentukan lembaga "monitoring, reporting and verification" yang independen dan dipercaya, pemilihan instrumen pendanaan dan pemilihan provinsi uji coba.

Tahap kedua yang dilakukan pada 2011 hingga 2014 meliputi operasionalisasi instrumen pendanaan, peluncuran program uji coba provinsi REDD+ yang pertama serta penghentian pengeluaran izin baru konservasi hutan alam dan gambur selama dua tahun.

Selain itu juga dilakukan pembuatan database lahan hutan yang rusak atau terdegradasi, uji coba provinsi kedua REDD+ dan pelaksanaan "monitoring, reporting and verification" kedua.

Tahap ketiga yang dilakukan pasca 2014 yaitu pelaksanaan lanjutan strategi dan program REDD+ di tingkat nasional, pemantauan, pengkajian dan verifikasi program REDD+ oleh lembaga "monitoring, reporting and verification" yang independen serta laporan ke UNFCCC mengenai emisi dari lahan hutan dan gambut yang telah dilakukan.

Sedangkan pihak Norwegia akan mengucurkan dana 200 juta dolar AS untuk tahap pertama dan tahap kedua, serta 800 juta dolar untuk tahap ketiga.

(D018/Z002)