Tanjung Selor (ANTARA) - Dari empat program dan kegiatan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Utara yang baru-baru ini sudah berjalan, tiga di antaranya menyasar langsung kepada generasi muda.

Hal itu tentu menimbulkan beberapa pertanyaan, antara lain mengapa generasi muda, bagaimana potensi kerawanan radikal terorisme bagi generasi di Kaltara, dan bagaimana upaya mencegahnya.

Sebenarnya keempat program dan kegiatan itu bersentuhan dengan generasi muda. Khusus bidang agama, tidak langsung melibatkan pemuda, namun memberi pembekalan kepada guru agama tentang moderasi beragama untuk mencegah radikal teroris di sekolah.

Sementara tiga program dan kegiatan lain bersentuhan langsung dengan generasi muda dalam lingkungan sekolah, perguruan tinggi, dan organisasi.

Ketiga program dan kegiatan itu, yakni melibatkan 110 pelajar setingkat sekolah dasar (SD) dalam program "Salam Anak Indonesia, Aku Bangga menjadi Anak Indonesia".

Kemudian melibatkan 20 pelajar sekolah lanjutan, mahasiswa, dan organisasi pemuda dalam membuat podcast dan pelatihan kepemimpinan.

Program dan kegiatan lain, melibatkan sejumlah penyanyi solo dan grup (sekolah, perguruan tinggi, dan umum) dalam "Aksi Musik Anak Bangsa" atau "Asik Bang".

Secara umum, bukan hanya di Kaltara, namun juga di Indonesia, ada beberapa faktor mengapa virus radikal terorisme rawan menulari generasi muda, yakni usia yang masih labil dalam mencari jati diri, serta kelompok paham kekerasan itu butuh regenerasi bagi kelompok teroris.

Faktor cara penyebaran lebih berpotensi melalui sekolah, kampus, dan internet yang mudah menyasar generasi muda.

Di sisi lain, situasi politik di Tanah Air yang menghadapi Pemilu 2024, dimana sebagian pemilih adalah kelompok generasi muda.

Berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 jiwa, 52 persen di antaranya merupakan pemilih muda.

Berdasarkan penetapan dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi DPT Nasional Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Ahad (2 Juli 2024) jumlah pemilih muda mencapai 106.358.447 jiwa, terdiri pemilih berusia 17 tahun 0,003 persen atau sekitar 6 ribu jiwa.

Kemudian pemilih dengan rentang usia 17 tahun hingga 30 tahun mencapai 31,23 persen atau sekitar 63,9 juta jiwa. Lalu disusul dengan pemilih usia 31 - 40 tahun sebanyak 20,70 persen atau sekitar 42,395 juta jiwa.

Sementara pemilih dengan usia lebih dari 40 tahun persentasenya mencapai 48,07 persen atau berjumlah 98.448.775 orang.


Kemajuan teknologi

Pengaruh kemajuan teknologi digital membawa berbagai dampak bagi kehidupan di dunia maya. Di tengah "tsunami" informasi itu menyebabkan ideologi transnasional dengan mudah masuk dan menyebar ke masyarakat Indonesia.

Ideologi transnasional adalah ideologi global yang melintasi batas negara dan bangsa. Bahayanya, kampanye propaganda dari paham yang disebarkan itu ternyata mampu mempengaruhi kebijakan politik sebuah negara. Ideologi transnasional jelas bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Penyebaran intoleransi, radikalisme, dan terorisme di era kemajuan teknologi digital sangat berbeda. Tengok saja perbedaan pola penyebaran virus radikal terorisme antara Al Qaeda (oleh jutawan Saudi Osama Bin Laden, awal 1980-an) dengan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah oleh Abu Bakar al-Baghdadi di Mosul, Irak pada 2014).

Perkembangan Al Qaeda cenderung terbatas, namun berbeda dengan ISIS yang polanya begitu masif dan cepat menyasar ke berbagai negara dan semua jenis kelamin serta usia.

Penyebaran masif melalui dunia digital menyasar generasi milenial dan generasi Z. Pasalnya, gerakan ini lahir bersamaan kemajuan teknologi informasi digital dan luasnya pengguna media sosial.

Lihatlah Indeks potensi radikalisme berdasar survei nasional BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) 2020, dari pengakses internet 75,5 persen dari kelompok Gen Z (lahir 1981-2000) mencapai 93 persen, Gen Milenial (1981-2000) 85 persen dan Gen X (1965-1980) 54 persen.

Kerentanan warganet usia Gen Z itu ditambah data hasil survei 2019, yakni perilaku netizen yang mencari konten keagamaan mencapai 77 persen.

Dari 77 persen perilaku netizen mencari konten keagamaan, ternyata mayoritas flatform digital yang dibuka adalah YouTube (juga mencapai 77 persen).

Durasi YouTube yang mereka buka rata-rata 30 menit, artinya mereka tidak utuh dalam memahami konten keagamaan itu.

Sebenarnya pemerintah terus bergerak dan berupaya dalam menghadapi fenomena pemanfaatan media maya bagi penyebaran virus paham kekerasan ini, misalnya data Kementerian Kominfo, menunjukkan selama 2018, sudah dilakukan pemblokiran konten yang mengandung radikalisme dan terorisme 10.499 konten.

Konten itu terdiri dari 7.160 konten di Facebook dan Instagram, 1.316 konten di Twitter, 677 konten di Youtube, 502 konten di Telegram, 502 konten di filesharing, dan 292 konten di berbagai situs.

Kini hampir seluruh masyarakat menggenggam smartphone, bahkan lebih dari satu, sehingga jika tidak dibarengi dengan kemampuan untuk mem-filter dengan baik bisa menyebabkan cikal bakal radikalisme dan terorisme tersebar.

Pola rekrutmen terorisme sudah berlangsung juga melalui situs dan jaringan internet, bahkan pembaiatan pun dapat dilakukan secara online.

Beberapa kasus, pelaku aksi teroris terpapar virus paham kekerasan itu diduga terpapar dari dunia maya dan menjadi pelaku teror individual (lone-wolf terrorist), sebagian mengaku terpapar dari internet dan berafiliasi kepada kelompok teroris, antara lain Jamaah Ansharut Daulah
(JAD) dan jaringan ISIS.

Salah satu contoh, kasus penyerangan Mabes Polri pada 30 Maret 2021 oleh seorang wanita tergolong Gen Z --kelahiran 1995 atau saat itu berusia 26 tahun-- diperkirakan terpapar virus melalui dunia maya dan menjadi seorang lone wolf.

Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya pada 17 Juli 2009, seorang pemuda yang baru berusia 18 tahun, Dani Dwi Permana, melakukan bom bunuh diri di Hotel J.W. Marriott Jakarta.

Catatan lain, seorang pemuda bernama Sultan Azianzah, kelahiran 1994 di Jakarta atau kala itu berusia 22 tahun, tewas setelah menyerang pos lalu lintas Cikokol, Tangerang, pada 20 Oktober 2016.

Ada lagi seorang pemuda berusia 24 tahun, yakni Rabbial Muslim Nasution, melakukan serangan bom bunuh diri dengan menerobos masuk Mapolrestabes Medan pada 13 November 2019.

Kasus lain, Tendi Sumarno (kala itu usianya 23 tahun) menjadi pelaku terorisme dengan menusuk Bripka Frence di halaman markas Intel Brimob Kelapa Dua, Depok. Tendi tewas ditembak di tempat, usai melakukan penyerangan.

Paling menyita perhatian, tentu kasus bom berkekuatan tinggi meledak di depan Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021 oleh pasangan suami istri kelahiran 1995 atau saat kejadian berusia 26 tahun, yang tergolong Gen Z, yakni Lukman dan Dewi.


Peran generasi muda

Dari pola dan sasaran penyebaran virus radikalisme dan terorisme yang menyasar generasi muda melalui kemajuan dunia digital dan lembaga pendidikan itu, maka BNPT bersama FKPT Kaltara menggelar program yang fokus melibatkan sekolah, pelajar, mahasiswa, dan organisasi pemuda.

Para generasi muda dilibatkan langsung dalam menangkal paham kekerasan itu, baik membentengi diri mereka sendiri maupun menjadi agen yang mengampanyekan berbagai kontra narasi melawan radikal terorisme.

Ternyata minat generasi muda di Tarakan (Kaltara) dalam kampanye radikalisme melalui "Asik Bang" cukup tinggi, karena tahun lalu, pada acara yang sama hanya ada lima peserta, tapi 2023 ini hampir 20 peserta solo dan grup musik melibatkan pelajar dan mahasiswa.

Acara cukup meriah karena bukan hanya antusiasme pelajar SMP, SMA dan sekolah sederajat, serta mahasiswa cukup tinggi terlibat acara kampanye melawan paham kekerasan itu juga, karena masing-masing peserta membawa suporter.

Kegiatan "Asik Bang" di Bidang Pendidikan dan Pemuda FKPT Kaltara itu diharapkan menjadi salah satu ajang untuk menumbuhkan sikap cinta Tanah Air bagi generasi muda.

Harapannya agar pesan antipaham radikal terorisme lebih efektif tersampaikan melalui musik karena selain menggelar acara seni ini juga disampaikan kontra narasi paham kekerasan.

Guna memperkokoh jaringan generasi muda dalam melawan paham kekerasan ini, BNPT dan FKPT Kaltara juga menggelar program "Karakter ID" (singkatan dari Kampus Rakyat Terpilih Indonesia).

Ini merupakan program pelatihan kepemimpinan untuk calon kader BNPT RI secara regional dan nasional melalui teknis Podcast kepada 20 pemuda di Tarakan, belum lama ini.

Peserta dari lomba ini adalah remaja hingga dewasa muda (tingkat pendidikan SMP se-derajat, SMA se-derajat, kuliah, dan para pekerja) yang telah lolos seleksi awal, aktif di media sosial dan organisasi, serta memiliki toleransi serta memiliki keinginan kuat menjaga perdamaian di NKRI.

Dalam setiap tahap pelatihan akan terpilih peserta terbaik yang disebut dengan "simpul". Para simpul terbaik di daerahnya akan menjadi simpul provinsi.

Selanjutnya, 34 simpul provinsi akan menjadi perwakilan untuk pelatihan skala nasional. Satu orang simpul terbaik dalam pelatihan skala nasional akan dinobatkan sebagai Simpul Nasional.

Program podcast tentang kearifan lokal yang menyatukan dengan tema kegiatan Karakter ID merupakan salah satu upaya pemerintah, khususnya BNPT, dalam meningkatkan peran serta pemuda dalam menyebarkan pesan-pesan perdamaian guna mencegah dan menanggulangi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.

Tujuan Kampus Rakyat Terpilih ini adalah menyebarkan nilai-nilai kebangsaan dan mencegah paham radikalisme terorisme yang bertentangan dengan ideologi bangsa.

Melalui kegiatan itu diharapkan seluruh generasi muda bisa meningkatkan kewaspadaan dan membentengi diri dari pengaruh ajakan kelompok radikal terorisme.

Jika melihat data di Indonesia saat ini, kelompok pemuda menduduki hampir seperempat dari total penduduk, yaitu sekitar 23,90 persen atau sekitar 64,92 juta jiwa (BPS, 2021) yang didominasi oleh pemuda dengan usia 19-24 Tahun.

Tak heran bila pemuda menjadi salah satu kelompok yang rentan menjadi sasaran penyebaran paham radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.

Maka dari itu, pemuda sebagai subjek aktif harus memiliki kesadaran yang tinggi terhadap bahaya ekstremisme dan terorisme, serta mampu mengambil peran aktif dalam menjaga perdamaian dan keamanan.

Khusus Kaltara, potensi penyebaran radikal terorisme sementara ini terbuka sebagai daerah perlintasan pergerakan teroris dari Sulu, Filipina Selatan, dan Malaysia (Sabah - Serawak).

Kaltara memiliki banyak akses ilegal atau "jalur tikus" karena dua daerahnya berbatasan langsung dengan Malaysia, yakni Kabupaten Nunukan dengan Sabah dan Kabupaten Malinau dengan Serawak.

Kaltara beberapa tahun ke depan bisa saja bukan lagi sekadar "daerah transit", namun menjadi tujuan utama bagi kelompok teroris, hal ini terkait posisinya sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara karena dekat dengan Kaltim.

Diharapkan melalui berbagai program itu, maka para pemuda di Kaltara banyak menjadi agen dalam melawan penyebaran virus radikal terorisme di beranda negara dan penyangga IKN Nusantara itu.