Jakarta (ANTARA) - Ketua Cluster Uronephrology RSCM Kencana dr Widi Atmoko, Sp.U(K), FECMS, FICS mengatakan obat kuat tak berhubungan dengan risiko seorang pria terkena kanker prostat namun obat ini bisa berkaitan dengan masalah pembuluh darah.

"Obat kuat berkaitan dengan masalah pembuluh darah, tekanan darah, sehingga memang ada beberapa kontra-indikasi misalnya ada obat kuat golongan nitrat yang bisa menurunkan tensi darah, harus hati-hati," kata dia di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, sambung Widi, alih-alih seorang pria yang semisal mengalami gangguan ereksi langsung meminum obat kuat, sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter.

"Makanya pemberian obat ini harus bertemu dokter dulu, jadi enggak bisa langsung beli di apotek. Kalau beli di apotek pasti diminta resep," kata dia.

Baca juga: Warga diminta hati-hati konsumsi obat kuat

Kanker prostat adalah jenis kanker yang tumbuh dalam kelenjar prostat pada pria, yang berperan dalam pembentukan cairan ejakulasi, dan biasanya menunjukkan gejala kesulitan buang air kecil.

Kanker prostat pada stadium awal seringkali tidak menunjukkan gejala yang khas. Namun, kecurigaan akan meningkat jika muncul gejala seperti nyeri tulang, fraktur patologis (patah tulang akibat penyakit), atau penekanan pada sumsum tulang.

Berbicara faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker prostat meliputi usia yang semakin tua karena biasanya penyakit ini lebih sering didiagnosis setelah usia 50 tahun, riwayat keluarga serta kondisi obesitas.

Selain itu, diet dan gaya hidup berperan dalam risiko ini. Diet yang tinggi lemak jenuh dapat meningkatkan risiko kanker prostat.

Bila kembali berbicara obat kuat, Widi sebenarnya membolehkan pria dewasa muda meminum obat kuat yang dijual di pasaran asalkan sesuai dosis dan dibeli di apotek resmi, mengingat penelitian memperlihatkan bahwa banyak obat yang beredar ternyata palsu.

"Untuk dewasa muda, pria berusia 30 tahun-an aman atau tidak? Boleh saja. Kalau dibilang aman, aman tetapi sesuai dosisnya karena banyak sekali dosisnya," ujar dia.

Baca juga: Mengenali disfungsi ereksi pada pria

Widi mengatakan pernah mendapati pasien gangguan ereksi berusia 30 tahun-an dengan riwayat merokok berat dan obesitas. Menurut dia, pada prinsipnya pengobatan yang diberikan yakni dengan memberikan obat, sembari mengevaluasi masalah kesehatan lain yang pasien hadapi semisal hipertensi, diabetes dan obesitas.

"Kalau kami dari urologi memang pil biru sebagai first line treatment selain kita evaluasi faktor risiko kalau ada obesitas, sakit gula, hipertensi, itu kita obati, dari urologi berikan pil biru (obat ereksi atau obat kuat)," jelas dia.

Disfungsi ereksi menjadi salah satu gangguan seksual pria yang menghambat individu untuk mencapai aktivitas seksual yang memuaskan. Widi merujuk data di RSCM mengatakan lebih dari sepertiga pria usia 20-80 tahun mengalami disfungsi ereksi.

Sesuai dengan definisinya, gangguan seksual pria dapat terjadi pada masing-masing fase respons seksual. Bila dijabarkan, gangguan seksual dapat berupa gangguan hasrat rendah, hipogonadisme (kadar testosteron rendah), disfungsi ereksi atau impotensi, gangguan ejakulasi dan orgasme, kelainan bentuk penis seperti kurvatur penis, kelainan ukuran penis dan dismorfofobia, serta priapismus atau ereksi yang berkepanjangan tanpa disertai dengan rangsangan.

Menurut Widi, penyebab gangguan seksual sangat beragam yang secara umum dapat terbagi menjadi masalah psikologis, organik (adanya kelainan dari sisi anatomi atau fungsi organ), maupun campuran.

"Walaupun konsep gangguan seksual tetap sebenarnya mencakup konsep yang lebih luas seperti masalah seksual, biologis, psikoseksual, sosiobudaya, dan hubungan interpersonal,” demikian ujar dia.

Baca juga: Diet sehat bisa cegah gangguan ereksi