Puji menuturkan polusi udara akibat adanya senyawa atau substansi di udara ambien yang tidak diinginkan dalam jumlah yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan manusia dan lingkungan.
Dia meminta semua pihak untuk mencermati fenomena peningkatan polutan PM2,5 saat musim kemarau, khususnya di Jakarta.
Baca juga: Guru Besar ITB sebut pentingnya pemantauan polusi di luar Jakarta
"Sumber polusi udara di Jakarta sudah saya hitung lama sebelum pandemi. Saya sudah melakukan kajian ini di Jakarta," kata Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Kualitas Udara dan Limbah ITB itu.
Polutan PM2,5 bersumber dari kendaraan bermotor sebanyak 46 persen, industri 43 persen, pembangkit listrik 9 persen, dan pemukiman 2 persen. Sedangkan Nitrogen Okside (NOx) lebih didominasi oleh sektor transportasi 57 persen, industri 15 persen, pembangkit listrik 24 persen, dan pemukiman 4 persen.
Sementara Belerang dioksida (SO2) dihasilkan oleh sektor industri mencapai 67 persen, pembangkit listrik 24 persen, pemukiman 6 persen, dan transportasi 3 persen.
Baca juga: ITB: Sektor transportasi sumbang 46 persen emisi PM2,5 di Jakarta
Puji menyarankan strategi mengatasi polusi udara adalah memperketat standar emisi dan segera memberlakukan kebijakan tersebut, menyediakan bahan bakar yang bersih untuk mendukung implementasi Euro IV, percepatan adopsi kendaraan listrik khususnya kendaraan angkutan berat atau penerapan Euro yang lebih tinggi, memperhatikan emisi dari sepeda motor dalam uji emisi, dan adaptasi untuk publik pindah mode transportasi.
Baca juga: Peneliti sebut transportasi perlu solusi komprehensif tekan emisi
Baca juga: Guru Besar ITB paparkan solusi atasi polusi udara di Jakarta