Jakarta (ANTARA) - Ekonomi digital di Indonesia mengalami pertumbuhan yang akseleratif, ditandai dengan perkembangan e-commerce atau e-dagang yang pesat. Salah satu indikasinya, transaksi berbasis internet pada tahun ini diperkirakan tembus Rp600--Rp700 triliun.

Asosiasi E-Commerce Indonesia (AEI) yang diketuai mantan Menteri Kominfo Rudi Antara menunjukkan bahwa capaian tersebut bak pedang bermata dua bagi perkembangan ekonomi digital. Di satu sisi menjanjikan keuntungan dan kesempatan, di sisi sebaliknya ada bahaya atau ancaman.

Hal ini terkait dengan hidup mati lapak-lapak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jadi, perlu diatur sedini mungkin dengan regulasi yang mengakomodasi kepentingan dua sisi secara adil.

Yang dirisaukan adalah bisnis model sosial media dan marketplace atau lokapasar asing yang melakukan fungsi ganda. Mereka menjual murah produk asing dengan cara melakukan online direct selling melalui selebritas live streaming yang mengancam hidup pelapak kecil.

Penggunaan e-commerce nampaknya bukan lagi sekadar terjadinya disrupsi teknologi karena pengguna tidak melakukan adaptasi teknologi. Lebih dari itu adalah bagaimana regulator mampu mengatur pemilik modal atau para oligarki.

Pelan tetapi pasti ekonomi digital mulai merangsek ke tengah masyarakat. Istilah cash on delivery (COD), seabrek jenama dompet digital dari financial technology, hingga aplikasi QRIS (quick response code Indonesian standard) kini sudah familiar di kalangan emak hingga anak sekolah.

Perkembangan ini searah dengan Peta Jalan Indonesia Digital yang melakukan transformasi digital pada empat sektor, yakni infrastruktur digital, pemerintah digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital.

Sekarang lagi trending sejumlah lokapasar menggandeng selebritas atau publik figur untuk melakukan siaran langsung pada platform e-dagang, yang dalam jangka sekian menit hingga jam dikabarkan sudah bisa menggaet transaksi jutaan hingga miliaran rupiah.

Namun, pada saat sama duka nestapa dialami sejumlah pedagang di Tanah Abang hingga pedagang batik di Thamrin City, Jakarta. Lapak mereka sepi tiada pengunjung. Alih-alih tidak beradaptasi, mereka melakukan live streaming pun hanya sedikit pengunjung.

Suasana serupa juga terjadi pada sejumlah pasar tradisional daerah seperti Pasar Raya II di Salatiga, Pasar Besar di Malang, dan Pasar Tekstil Cipadu yang menjual tekstil dan pakaian.

Para reseller dan dropshiper emak-emak dan bapak-bapak yang ikut mengais rezeki dengan talenta digital yang berbeda mesti berjibaku head to head dengan selegram, YouTuber, dan TikTokers bertalenta yang berkolaborasi dengan lokapasar.

Seiring dengan gencarnya pembangunan infrastruktur internet dan konektivitas akses internet di Tanah Air, dunia online produk ekonomi digital memang tengah mengalami masa keemasan kendati dibayangi kekhawatiran dari para pelaku offline.

Menurut perusahaan layanan manajemen konten, We are Social Hootsuite (2022) per Februari, di Indonesia terdapat 204,7 juta pengguna internet yang setara dengan 73,7 persen dari populasi penduduk Indonesia.

Perkembangan teknologi informasi di dunia terus berkembang secara masif termasuk di Tanah Air.

Pengguna Internet Indonesia mencapai 202 juta orang. Menurut Gerakan Nasional Literasi Digital, Siberkreasi, angka tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya (2,1 juta atau naik 1 persen).

Berdasarkan riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA terbaru bulan Agustus 2023, di Indonesia, ternyata yang sudah memiliki akun Facebook saat ini sebanyak 49,3 persen, hampir separuh populasi Indonesia.

Yang menonton YouTube pada angka 57,3 persen, yang memiliki akun Tik Tok tercatat 29,3 persen.

Sebenarnya, angka pemain TikTok lebih banyak lagi. Data LSI hanya dari warga yang sudah memiliki hak pilih, di atas 17 tahun. Akan tetapi penggemar sosial media asal China ini juga banyak sekali menjangkau mereka yang di bawah 17 tahun.

Yang memiliki Instagram sebanyak 26 persen. Mereka yang mempunyai akun Twitter sebanyak 7 persen. Di luar media sosial, mereka yang menggunakan di Whatsapp sebanyak 64,6 persen.

Arah strategis

Salah satu arah strategis Peta Jalan Indonesia Digital adalah mengubah Indonesia dari negara konsumen menjadi produsen teknologi melalui investasi di berbagai platform, produk, dan sistem yang memiliki nilai kepentingan strategis nasional.

Keberhasilan Pemerintah dalam membangun ekonomi digital di Indonesia telah melahirkan sejumlah e-commerce yang saling berkompetisi. Ada yang bermain di lokal hingga ekspansi ke mancanegara. Ada yang tumbang, namun ada yang eksis hingga saat ini.

Sejumlah e-commerce asal Tanah Air yang tercatat, misalnya, Ralali, Tokopedia, Bukalapak, Bhinneka, Blanja.Com, Multiply, Elevenia, Mataharimall, Qlapa, Rakuten, Orami, dan Cipika.

Sejumlah anak muda Tanah Air juga telah menciptakan platform Evermos. Start up lokal yang telah meraih pendanaan Rp426 miliar dari investor ini merupakan platform dropshiper dan reseller yang menjual 12.000 produk halal dan 600 lebih jenama dan UMKM.

Platform ini juga mampu meningkatkan posisi seorang reseller menjadi pemilik merek, seperti dialami Sartika, dosen yang kini menjadi mentor Kelas Reseller Sukses (KRS) di platform ini.

Aplikasi TikTok juga digunakan oleh produsen busana muslim dan niqab di Pesantren Temboro, Magetan, Indah Dewi, untuk menjual produk-produknya melalui TikTok Live Streaming yang diminati hingga konsumen mancanegara.

Berdasarkan data SimilarWeb, Shopee merupakan e-commerce dengan jumlah kunjungan situs terbanyak di Indonesia pada kuartal I 2023. Selama periode Januari-Maret tahun ini, situs Shopee meraih rata-rata 157,9 juta kunjungan per bulan, jauh melampaui para pesaingnya.

Dalam periode sama, situs Tokopedia meraih rata-rata 117 juta kunjungan, situs Lazada 83,2 juta kunjungan, situs BliBli 25,4 juta kunjungan, dan situs Bukalapak 18,1 juta kunjungan per bulan.


Menata platform

Kementerian Koperasi dan UKM telah melarang TikTok menggunakan platform untuk menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Larangan serupa telah dilakukan Amerika Serikat (AS) dan India.

Larangan ini ditujukan kepada TikTok maupun platform lain dengan praktik sejenis untuk melindungi UKM lokal dan konsumen.

TikTok dan produsen dari China seakan mempunyai kerja sama khusus karena sebagian besar produk di kolom “FYP” TikTok merupakan barang-barang dari China.

Barang di China yang sudah berbasis industri dan adanya dugaan predatory pricing membuat barang dari negeri tirai bambu ini jauh lebih murah daripada barang-barang dalam negeri.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyampaikan data pelaku UMKM yang berjualan di pusat grosir busana terbesar se-Asia Tenggara, yakni Tanah Abang mengalami penurunan omzet sampai 50 persen akibat kalah bersaing dengan produk asal luar negeri yang dijual murah melalui platform online.

Kementerian Perdagangan juga akan melarang penjualan barang impor seharga kurang dari 100 dolar AS atau sekitar Rp 1,5 juta per unit di toko online.

Seluruh produk-produk impor itu nantinya akan ditertibkan dengan melalui mekanisme impor biasa. Regulasi juga diperlukan untuk mengatur pasar tradisional dari senja kala kematian.

Riset Populix yang bertajuk "Understanding Live Streaming Shopping Ecosystem in Indonesia" menunjukkan data penjualan melalui shopping live streaming yang spektakuler.

Ruben Onsu melalui toko online-nya di Shopee Live mencatatkan rekor baru dengan sukses meraih omzet hingga Rp16 miliar pada puncak acara.

Selebritas lainnya Aurel Hermansyah melalui toko online-nya berhasil menjual lebih dari 16 ribu produk.

Sebelumnya, dr. Richard Lee berhasil memecahkan rekor baru dan menembus omzet hingga Rp5,5 miliar hanya dalam 1,5 jam.

Kemudian puncak acara 9.9 yang digelar salah satu marketplace beberapa hari lalu telah ditonton lebih dari tujuh kali lipat dan jumlah produk terjual mencapai lebih dari 30 kali lipat dibanding hari biasa.

Selain meningkatkan kualitas produk, para pelaku UMKM perlu terus di-edukasi dengan digital marketing, memanfaatkan artificial intelegence (AI), memanfaatkan media sosial untuk membangun interaksi dengan pelanggan, memanfaatkan pembayaran online dan penguatan-penguatan lainnya.

Sayangnya pengaturan social commerce masih menunggu titik temu. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan yang memiliki kewenangan adalah Kementerian Kominfo.

Adapun Menkominfo Budi Arie menyatakan TikTok telah mengantongi izin dari Kementerian Perdagangan.

Oleh karena itu butuh cara pandang yang sama antarkementerian, agar pedagang daring dan luring berada dalam ekosistem bisnis yang adil, bukan saling mematikan.