Jakarta (ANTARA) - Pengamat pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Chusmeru menilai penyelenggaraan KTT Arcipelagic and Island States (AIS) 2023 di Bali sangat penting untuk menjaga keberlangsungan laut Indonesia di masa depan yang penuh tantangan.

"Salah satunya adalah tantangan eksploitasi pesisir dan pencemaran laut," kata Chusmeru, saat dihubungi, Jumat.

Dengan adanya tantangan tersebut, maka prinsip-prinsip Our Ocean Our Future menjadi penting untuk dibahas dalam KTT yang menghadirkan 51 negara kepulauan dan pulau itu.

Selain ancaman eksploitasi pesisir dan pencemaran laut, menurut Chusmeru, konflik seperti yang terjadi di Natuna juga menjadi salah satu contoh tantangan yang dihadapi Indonesia.

Oleh sebab itu konsepsi Solidarity dalam KTT AIS perlu diimplementasikan dalam bentuk penyelesaian konflik yang saling menguntungkan.

KTT AIS bagi pengembangan wisata pesisir

Penyelenggaraan KTT AIS Forum 2023 juga disebut dapat mendatangkan manfaat bagi pengembangan wisata pesisir di Indonesia karena akan tercipta kolaborasi dan inovasi di antara anggota forum.

"Pengembangan ekonomi biru yang mendatangkan kesejahteraan masyarakat diharapkan akan terjalin," kata Chusmeru.

Menurut Chusemeru pengembangan wisata pesisir tersebut selayaknya diserahkan kepada desa wisata karena memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang tahu persis tentang potensi wisata di daerahnya.

Pengelola desa wisata juga dinilai tahu persis bagaimana menjaga kelestarian lingkungan di daerahnya.

Di sisi lain, pengembangan wisata pesisir oleh desa wisata juga menjadi salah satu bentuk percepatan pembangunan desa terpadu untuk mendorong kesejahteraan masyarakat di dalamnya.

Desa wisata yang telah maju nantinya bisa memberikan efek domino berupa peningkatan kualitas lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian budaya.

Chusmeru menilai jika pengembangan pesisir lebih banyak didominasi oleh investor yang datang dari luar desa maka dikhawatirkan akan terjadi eksploitasi pesisir di Indonesia yang berdampak terhadap keberlangsungan lingkungan.

“Jadi serahkan pengelolaannya kepada masyarakat setempat melalui desa wisata kemudian investasinya dikelola Bumdes”, kata Chusmeru.

Untuk meraih capaian target wisata pesisir di Indonesia, perlu dikembangkan dalam bentuk quality tourism (pariwisata berkualitas}, bukan quantity tourism (mengutamakan jumlah wisatawan) dengan mengedepankan prinsip-prinsip sustainable tourism atau pariwisata yang berkelanjutan.

Dengan pariwisata berkualitas ini maka pengelola wisata pesisir di Indonesia harus menjaring secara selektif wisatawan yang akan masuk, untuk memastikan hanya wisatawan yang memenuhi kualifikasi dan memang berorientasi pada rekreasi sekaligus juga konsentrasi terhadap lingkungan saja yang bisa masuk ke kawasan wisata pesisir.

Baca juga: Pengamat nilai konservasi Pulau Seribu majukan ekonomi biru Jakarta

Baca juga: KTT AIS penting bagi DKI untuk kembangkan ekonomi biru

Baca juga: DFW: Wisata bahari berpotensi jadi penopang ekonomi biru di Jakarta