Ketua Wastra Indonesia Bhimanto Suwastoyo mengajak anak-anak sekolah dasar di Jakarta untuk peduli terhadap budaya Indonesia dengan cara memberikan edukasi tentang kain tradisional atau wastra.
"Kami ajarkan kepada anak-anak sekolah bagaimana cara membedakan hal dasar, seperti batik tulis dengan batik cap,” kata Bhima saat acara seminar bertema “Ragam Aplikasi Dalam Wastra” di Museum Tekstil, Jakarta, Kamis.
Proses edukasi tentang kain tradisional mencakup berbagai aspek, lanjut dia, seperti teknik pewarnaan kain, pembuatan jumputan yang rumit, serta seni membatik.
“Selama ini antusiasme anak-anak terhadap kain tradisional sangat tinggi,” kata Bhima.
Dia menjelaskan bahwa saat ini program edukasi tersebut hanya diterapkan di wilayah DKI Jakarta, namun ke depannya program ini akan diperluas ke luar Jakarta.
Menurut Bhima, dengan memberikan edukasi kepada anak-anak tentang proses membuat kain tradisional merupakan hal yang efektif untuk membangun ekosistem budaya wastra sejak kecil.
Ia menjelaskan bahwa penanaman budaya wastra sejak usia dini merupakan sebuah investasi yang sangat penting untuk membentuk dan melestarikan warisan budaya Indonesia bagi generasi mendatang.
Hal ini, kata Bhima, tidak hanya akan menjaga tradisi, tetapi juga menginspirasi kreativitas dan apresiasi terhadap seni kain tradisional.
Wastra Indonesia terus mempromosikan kain tradisional sebagai warisan budaya Indonesia kepada berbagai kalangan salah satunya dengan memanfaatkan momentum pameran Puspa Ragam Matra Nir Tenun yang berlangsung hingga 30 September.
Melalui pameran tersebut dia menunjukkan bahwa kain wastra Indonesia bisa digunakan dalam berbagai konteks, tidak hanya di museum, tetapi juga untuk peralatan rumah, dekorasi, bahkan mainan.
“Kain wastra memiliki sifat universal yang membuatnya dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang,” kata Bhima.
Adapun seminar yang diselenggarakan secara daring serta luring tersebut juga menghadirkan narasumber lain yakni perancang busana Duriperca, Jane Kurnadi dan diikuti oleh berbagai kalangan dari pelajar, akademisi, praktisi dan pemerintah setempat.
Baca juga: Puluhan wastra dari 26 daerah dipamerkan di Kota Lama Semarang
Baca juga: Mengemas wastra Kalimantan Tengah menjadi produk budaya unggulan
Baca juga: Vaksin influenza bagi penderita diabetes hingga wastra lokal ke Paris
"Kami ajarkan kepada anak-anak sekolah bagaimana cara membedakan hal dasar, seperti batik tulis dengan batik cap,” kata Bhima saat acara seminar bertema “Ragam Aplikasi Dalam Wastra” di Museum Tekstil, Jakarta, Kamis.
Proses edukasi tentang kain tradisional mencakup berbagai aspek, lanjut dia, seperti teknik pewarnaan kain, pembuatan jumputan yang rumit, serta seni membatik.
“Selama ini antusiasme anak-anak terhadap kain tradisional sangat tinggi,” kata Bhima.
Dia menjelaskan bahwa saat ini program edukasi tersebut hanya diterapkan di wilayah DKI Jakarta, namun ke depannya program ini akan diperluas ke luar Jakarta.
Menurut Bhima, dengan memberikan edukasi kepada anak-anak tentang proses membuat kain tradisional merupakan hal yang efektif untuk membangun ekosistem budaya wastra sejak kecil.
Ia menjelaskan bahwa penanaman budaya wastra sejak usia dini merupakan sebuah investasi yang sangat penting untuk membentuk dan melestarikan warisan budaya Indonesia bagi generasi mendatang.
Hal ini, kata Bhima, tidak hanya akan menjaga tradisi, tetapi juga menginspirasi kreativitas dan apresiasi terhadap seni kain tradisional.
Wastra Indonesia terus mempromosikan kain tradisional sebagai warisan budaya Indonesia kepada berbagai kalangan salah satunya dengan memanfaatkan momentum pameran Puspa Ragam Matra Nir Tenun yang berlangsung hingga 30 September.
Melalui pameran tersebut dia menunjukkan bahwa kain wastra Indonesia bisa digunakan dalam berbagai konteks, tidak hanya di museum, tetapi juga untuk peralatan rumah, dekorasi, bahkan mainan.
“Kain wastra memiliki sifat universal yang membuatnya dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang,” kata Bhima.
Adapun seminar yang diselenggarakan secara daring serta luring tersebut juga menghadirkan narasumber lain yakni perancang busana Duriperca, Jane Kurnadi dan diikuti oleh berbagai kalangan dari pelajar, akademisi, praktisi dan pemerintah setempat.
Baca juga: Puluhan wastra dari 26 daerah dipamerkan di Kota Lama Semarang
Baca juga: Mengemas wastra Kalimantan Tengah menjadi produk budaya unggulan
Baca juga: Vaksin influenza bagi penderita diabetes hingga wastra lokal ke Paris